Sabtu, 22 Oktober 2011

Etika Profesi Akuntan Publik


1.      Jelaskan Etika Profesi Akuntan Publik?
Jawaban:
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Dalam bidang akuntansi sendiri, salah satu profesi yang ada yaitu Akuntan Publik. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya.
Seorang Akuntan Publik selain harus bertindak profesional dalam pekerjaannya tetapi juga harus mematuhi Etika Profesi. Etika merupakan aturan-aturan yang dijadikan pedoman atau dasar bagi seseorang dalam melakukan sesuatu. Tanpa etika, maka kehidupan manusia akan kacau-balau. Perilaku beretika merupakan kewajiban bagi setiap manusia, dengan beretika maka kehidupan masyarakat akan teratur. Dapat disimpulkan bahwa etika profesi adalah aturan-aturan atau norma-norma yan dijadikan dasar atau pedoman bagi seorang professional dalam melaksanakan pekerjaannya sehari-hari. Etika profesional dikeluarkan oleh organisasi untuk mengatur perilaku anggotanya dalam menjalankan praktek profesinya bagi masyarakat. Etika profesional bagi praktek akuntan di Indonesia disebut dengan istilah kode etik.
Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi dan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti penntingnay suatu profesi sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap pelaksana di lapangan kerja (kalangan sosial). Baru-baru ini salah satu badan yang memiliki fungsi untuk menyusun dan mengembangkan standar profesi dan kode etik profesi akuntan publik yang berkualitas dengan mengacu pada standar internasional yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) telah mengembangkan dan menetapkan suatu standar profesi dan kode etik profesi yang berkualitas.

Salah satu misi Institut Akuntan Publik Indonesia (“IAPI”) adalah untuk menyusun dan mengembangkan standar profesi dan kode etik profesi akuntan publik yang berkualitas dengan mengacu pada standar internasional. Sehubungan dengan hal tersebut, IAPI telah memberikan tanggung jawab kepada Dewan Standar Profesional Akuntan Publik IAPI untuk mengembangkan dan menetapkan suatu standar profesi dan kode etik profesi yang berkualitas yang berlaku bagi profesi akuntan publik di Indonesia.
Kode Etik Profesi Akuntan Publik (“Kode Etik“) ini terdiri dari dua bagian, yaitu Bagian A dan Bagian B. Bagian A dari Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar etika profesi dan memberikan kerangka konseptual untuk penerapan prinsip tersebut. Bagian B dari Kode Etik ini memberikan ilustrasi mengenai penerapan kerangka konseptual tersebut pada situasi tertentu.
Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik (“KAP“) atau Jaringan KAP, baik yang merupakan anggota IAPI maupun yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa profesional yang meliputi jasa assurance dan jasa selain assurance seperti yang tercantum dalam standar profesi dan kode etik profesi. Untuk tujuan Kode Etik ini, individu tersebut di atas selanjutnya disebut ”Praktisi”. Anggota IAPI yang tidak berada dalam KAP atau Jaringan KAP dan tidak memberikan jasa professional seperti tersebut di atas tetap harus mematuhi dan menerapkan Bagian A dari Kode Etik ini. Suatu KAP atau Jaringan KAP tidak boleh menetapkan kode etik profesi dengan ketentuan yang lebih ringan daripada ketentuan yang diatur dalam Kode Etik ini.
Setiap Praktisi wajib mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam Kode Etik ini, kecuali bila prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur oleh perundang-undangan, ketentuan hukum, atau peraturan lainnya yang berlaku ternyata berbeda dari Kode Etik ini. Dalam kondisi tersebut, seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi
yang diatur dalam perundang-undangan, ketentuan hukum, atau peraturan lainnya yang berlaku tersebut wajib dipatuhi, selain tetap mematuhi prinsip dasar dan aturan etika profesi lainnya yang diatur dalam Kode Etik ini.

MASALAH DALAM PENYUSUNAN KERTAS KERJA AUDIT DI KAP


Nama              : Nurul Fitria Septiadini
Mata Kuliah  : Lingkungan Bisnis dan   Hukum Komersial
PPA Angkatan 15/Pagi



MASALAH DALAM PENYUSUNAN KERTAS KERJA AUDIT DI KAP


Kronologis Masalah
            Suatu KAP di Jakarta telah mengadakan kontrak perikatan dengan klien yang meminta jasa audit untuk perusahaan hotelnya. Kontrak telah disepakati antara partner (orang yang mempunyai KAP) dengan klien tersebut. Tim audit diturunkan untuk mengaudit suatu hotel kenamaan di Jakarta. Tim tersebut terdiri dari 6 orang mencakup audit senior dan audit junior. Saat tim audit datang ke lapangan, klien telah menyiapkan data berupa laporan keuangan, ledger dan rekening koran yang diberikan dari bagian head accounting nya. Namun ditengah perjalanan audit, ternyata bagian auditor junior membutuhkan data tambahan lainnya yaitu terkait data listing. Akan tetapi dari bagian head accounting tersebut hanya diberitahukan untuk menggunakan ledger saja karena ternyata setelah ditelusur data listing tidak pernah dibuat oleh bagian itu. Hal ini yang mengakibatkan proses audit menjadi lama sehingga waktu untuk pembuatan kertas kerja akan semakin sempit karena telah habis untuk proses temuan data bukti audit. Jika dipertanyakan kepada bagian head accounting tersebut tidak adanya pembuatan data listing tersebut karena banyak kerjaan yang harus diselesaikan secara cepat sehingga bagi mereka ketidakadanya waktu yang longgar lah dan kesemapatan lah yang mengakibatkannya. Hal ini berarti mengindikasikan adanya keterbatasan informasi karena ketidaklengkapan data akuntansi yang dimiliki. Asumsi dalam kasus ini, tim audit tidak mengetahui akan perihal kontrak apakah terdapat pasal tentang penyampaian kelengkapan data akuntansi yang ada. Karena yang melakukan kontrak antara partner dan klien saja. Meskipun terdapat pasal mengenai perihal keleluasaan dan kelengkapan data informasi akuntansi, namun menurut sumber auditor KAP ini telah diberitahukan kepada supervisor dan hasilnya tidak ada tindak lanjut yang pasti akan hal tersebut.

Tahapan membuat solusi masalah
1.      Mendefinisikan masalah tertulis
a.       What : masalah yang sedang terjadi
Masalah penyusunan kertas kerja yang terkadang tidak sesuai audit program.
b.      When : kapan terjadinya masalah
Ketika pelaksanaan audit terjadi, penyusunan kertas kerja pun dibuat sejalan dengan proses audit.
c.       Where : di mana terjadinya
Kasus ini terjadi dalam lingkup sistem audit suatu KAP di Jakarta.
d.      Why : terkait pemicu dari lingkup organisasi
Adanya tekanan anggaran waktu dalam penyusunan kertas kerja. Tekanan anggaran waktu ini terjadi karena adanya deadline waktu sesuai perikatan audit. Di mana keterbatasan waktu tersebut dipicu karena adanya ketidaklengkapan data akuntansi dari pihak klien.
e.       Who : terkait siapa
Terkait dalam proses penyusunan kertas kerja ini adalah Auditor junior.

2.      Membangun diagram Cause Effect
a.       Akar penyebab masalah
Akar permasalahan dalam kasus ini adalah terkait dalam sistem manajemen dan pencatatan akuntansi klien yang kurang tertata rapi. Misalkan saja, pada saat auditor meminta tentang data tambahan tentang listing, namun klien hanya memperbolehkan melihat ledger saja, hal tersebut akan menghabiskan waktu yang relatif lebih lama. Karena data listing tersebut jelas tentang daftar-daftar catatan dan transaksi akuntansiny sedangkan jika ledger hanya berisikan jurnal masuk dan keluarnya saja sehingga tim auditor lah yang harus milah-milah terlebih dahulu data yang benar-benar dibutuhkan auditor tersebut. Sedangkan setelah ditelusuri data listingan tersebut tidak pernah dibuat karena menurut sumber dari mereka, ketidakadanya waktu untuk membuat data listing tersebut. Hal itu disebabkan karena menurut mereka banyak kerjaan yang harus dikerjakan terlebih dahulu.

b.      Penyebab yang tidak dapat dikendalikan namun dapat diperkirakan
Dalam hal ini, penyebab yang tidak dapat dikendalikan namun dapat diperkirakan adalah kelengahan dan ketidaktelitian bagian head accounting pihak klien. Bagian ini kurang peka akan kelengkapan catatan akuntansinya yang seharusnya dipenuhi pada setiap periode akuntansinya itu.

3.      Memasukkan akar penyebab dalam diagram Cause Effect
a.       Setiap Akar Penyebab dimasukkan  dalam Diagram Sebab Akibat
Terkait poin ini dapat dilihat dalam tampilan 1.1.
b.      Sesuai dengan kategori 7 M
Akar penyebab yang sesuai dengan kategori 7M adalah mengenai poin method karena masalah ini dapat terjadi disebabkan oleh ketidaktersediaan waktu dalam mengolah bukti-bukti audit karena ketidaklengkapan data-data yang dibutuhkan oleh audit dari pihak klien sehingga berakibat audit memerlukan waktu yang lebih lama lagi.

Tampilan 1.1 Diagram Sebab Akibat
Penyebab:
Niat dan kesempatan

Antisipasi:
Peningkatan Pembinaan SDM internal


Penyebab terkendali

Penyebab terkendali

Penyebab terkendali
n

Penyebab terkendali
Penyebab tidak terkendali
Masalah penyusunan kertas kerja yang tidak sesuai audit program
           
Akar penyebab:
Sistem manajemen dan pencatatan data akuntansi klien yang kurang tertata rapi

Solusi:
Pengelolaan Sistem manajemen dan pencatatan data akuntansi klien yang lebih tertata rapi lagi


Penyebab:
Kelengahan dan ketidaktelitian bagian accounting

Antisipasi:
Adanya pengawasan dan evaluasi secara berkala akan catatan akuntansi yang harus dilengkapi sesuai pedoman standar akuntansi

 










                                                                                      
Tampilan 1.2 Ask WHY for many times
No
Bertanya “mengapa”
Jawaban
Penyebab terkendali dari perspektif Tim dan/atau Manajemen Organisasi
1.
Mengapa terdapat bagian dalam penyusunan kertas kerja yang tidak sesuai audit program?
Sebab tekanan anggaran waktu dalam audit yang mendesak
Ya
2.
Mengapa tekanan anggaran waktu dalam audit mendesak?
Sebab kehabisan waktu saat penyusunan kertas kerja audit
Ya
3.
Mengapa kehabisan waktu saat penyusunan kertas kerja audit
Sebab sistem manajemen waktu kurang berjalan efektif dan efisien
Ya
4.
Mengapa sistem manajemen waktu kurang berjalan efektif dan efisien?
Sebab lamanya waktu yang dibutuhkan dalam memproses data tambahan  audit
Ya
5.
Mengapa waktu yang dibutuhkan dalam memproses data tambahan audit lama?
Sebab ketidaklengkapan data akuntansi yang dibutuhkan
Ya
6.
Mengapa data akuntansi yang dibutuhkan tidak lengkap?
Sebab sistem manajemen dan pencatatan akuntansi klien yang kurang tertata rapi
Ya



4.      Mengidentifikasi tindakan / solusi yang efektif
a.       Memberi saran pada klien untuk menerapkan adanya pola sistem manajemen dan pencatatan akuntansi yang terkoordinasi lebih tertata rapi lagi.
b.      Member saran pada klien tentang adanya sistem pengawasan yang lebih disiplin lagi akan bagian keuangan khususnya akuntasinya.
b. Peningkatan kemampuan individual dari pihak klien dalam hal pengefektifan dan pengefisienan dengan adanya keterbatasan waktu yang ada.
c. Lebih memperjelas hal-hal apa saja yang tercantum dalam perikatan penugasan audit sehingga nantinya dapat mempermudah pelaksanaan audit.
d. Memberikan ketegasan pada klien bahwa data audit yang diperlukan bila dipenuhi secara akurat akan mempengaruhi tingkat waktu penyampaian hasil auditnya dan kualitas auditnya.
e. Pembinaan SDM internal.

Kamis, 20 Oktober 2011

STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA


STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA

Sumber: Peraturan BPK No. 01 Tahun 2007
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, selanjutnya dalam dokumen ini disebut sebagai Standar Pemeriksaan, memuat persyaratan profesional pemeriksa, mutu pelaksanaan pemeriksaan, dan persyaratan laporan pemeriksaan yang profesional. Pelaksanaan pemeriksaan yang didasarkan pada Standar Pemeriksaan akan meningkatkan kredibilitas informasi yang dilaporkan atau diperoleh dari entitas yang diperiksa melalui pengumpulan dan pengujian bukti secara obyektif. Apabila pemeriksa melaksanakan pemeriksaan dengan cara ini dan melaporkan hasilnya sesuai dengan Standar Pemeriksaan maka hasil pemeriksaan tersebut akan dapat mendukung peningkatan mutu pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara serta pengambilan keputusan Penyelenggara Negara. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara juga merupakan salah satu unsur penting dalam rangka terciptanya akuntabilitas publik.
Standar Pemeriksaan ini disusun untuk memenuhi Pasal 5 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Tujuan Standar Pemeriksaan ini adalah untuk menjadi ukuran mutu bagi para pemeriksa dan organisasi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

A.                LANDASAN DAN REFERENSI
Landasan dan referensi yang digunakan dalam penyusunan Standar Pemeriksaan ini adalah:
a. Landasan Peraturan Perundang-undangan:
1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
4) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
5) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

b. Referensi
1) Standar Audit Pemerintahan – Badan Pemeriksa Keuangan RI Tahun 1995.
2) Generally Accepted Government Auditing Standards (GAGAS) 2003 Revision, United States General Accounting Office (US-GAO).
3) Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), 2001, Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).
4) Auditing Standards, International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI), Latest Ammendment 1995.
5) Generally Accepted Auditing Standards (GAAS), AICPA, 2002.
6) Internal Control Standards, INTOSAI, 2001.
7) Standards for the Professional Practice of Internal Auditing, SPPIA-IIA, Latest Revision December 2003.

B.                 STANDAR PROFESIONAL PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA
Selain Standar Pemeriksaan ini, BPK juga menerbitkan kode etik pemeriksa sebagai acuan perilaku pemeriksa dalam menjalankan tugas pemeriksaan.

C.                PENERAPAN
Standar Pemeriksaan ini berlaku untuk semua pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap entitas, program, kegiatan serta fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara. Oleh karena itu, maka Standar Pemeriksaan ini berlaku untuk:
a. BPK.
b. Akuntan Publik atau pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara, untuk dan atas nama BPK.
Standar Pemeriksaan ini dapat digunakan oleh aparat pengawas intern pemerintah termasuk satuan pengawasan intern maupun pihak lainnya sebagai acuan dalam menyusun standar pengawasan sesuai dengan kedudukan, tugas, dan fungsinya.



D.                PEMANTAUAN PENERAPAN DAN PERKEMBANGAN STANDAR PEMERIKSAAN
Demi penyempurnaan dan penyesuaian dengan perkembangan kebutuhan maupun perkembangan ilmu pemeriksaan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan memantau penerapan dan perkembangan standar pemeriksaan.

E.                 AKUNTABILITAS
Pengertian pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara mencakup akuntabilitas yang harus diterapkan semua entitas oleh pihak yang melakukan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Akuntabilitas diperlukan untuk dapat mengetahui pelaksanaan program yang dibiayai dengan keuangan negara, tingkat kepatuhannya terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, serta untuk mengetahui tingkat kehematan, efisiensi, dan efektivitas dari program tersebut.
Dengan semakin kompleks dan pentingnya program pemerintah dalam rangka pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK dapat diminta oleh lembaga perwakilan dan penyelenggara negara untuk memperluas pemeriksaan kinerja. Perluasan tersebut dapat berbentuk penilaian terhadap berbagai alternatif kebijakan, identifikasi dan usaha-usaha untuk mengurangi risiko, serta analisis terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh penyelenggara negara.

F.                 JENIS PEMERIKSAAN
Setiap pemeriksaan dimulai dengan penetapan tujuan dan penentuan jenis pemeriksaan yang akan dilaksanakan serta standar yang harus diikuti oleh pemeriksa. Jenis pemeriksaan sebagaimana diuraikan dalam Standar Pemeriksaan ini, adalah: pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Dalam beberapa pemeriksaan, standar yang digunakan untuk mencapai tujuan pemeriksaan sudah sangat jelas. Misalnya, jika tujuan pemeriksaan adalah untuk memberikan opini terhadap suatu laporan keuangan, maka standar yang berlaku adalah Standar Pemeriksaan Keuangan.
            Namun demikian, untuk beberapa pemeriksaan lainnya, mungkin terjadi tumpang-tindih tujuan pemeriksaan. Misalnya, jika tujuan pemeriksaan adalah untuk menentukan keandalan ukuran-ukuran kinerja, maka pemeriksaan tersebut bisa dilakukan melalui pemeriksaan kinerja maupun pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Apabila terdapat pilihan diantara standar-standar yang berlaku, pemeriksa harus mempertimbangkan kebutuhan pengguna dan pengetahuan pemeriksa, keahlian, dan pengalaman dalam menentukan standar yang akan diikuti. Pemeriksa harus mengikuti standar yang berlaku bagi suatu jenis pemeriksaan (Standar Pemeriksaan Keuangan, Standar Pemeriksaan Kinerja, atau Standar Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu).
·                     Pemeriksaan Keuangan
Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan. Pemeriksaan keuangan tersebut bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip standar akuntansi keuangan di Indonesia.
·                     Pemeriksaan Kinerja
Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas. Dalam melakukan pemeriksaan kinerja, pemeriksa juga menguji kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan serta pengendalian intern. Pemeriksaan kinerja dilakukan secara obyektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti, untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas kinerja entitas atau program/kegiatan yang diperiksa. Pemeriksaan kinerja menghasilkan informasi yang berguna untuk meningkatkan kinerja suatu program dan memudahkan pengambilan keputusan bagi pihak yang bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengambil tindakan koreksi serta meningkatkan pertanggungjawaban publik. Pemeriksaan kinerja dapat memiliki lingkup yang luas atau sempit dan menggunakan berbagai metodologi; berbagai tingkat analisis, penelitian atau evaluasi. Pemeriksaan kinerja menghasilkan temuan, simpulan, dan rekomendasi.
Tujuan pemeriksaan yang menilai hasil dan efektivitas suatu program adalah mengukur sejauh mana suatu program mencapai tujuannya. Tujuan pemeriksaan yang menilai ekonomi dan efisiensi berkaitan dengan apakah suatu entitas telah menggunakan sumber dayanya dengan cara yang paling produktif di dalam mencapai tujuan program. Kedua tujuan pemeriksaan ini dapat berhubungan satu sama lain dan dapat dilaksanakan secara bersamaan dalam suatu pemeriksaan kinerja. Contoh tujuan pemeriksaan atas hasil dan efektivitas program serta pemeriksaan atas ekonomi dan efisiensi adalah penilaian atas:
a. Sejauhmana tujuan peraturan perundang-undangan dan organisasi dapat dicapai.
b. Kemungkinan alternatif lain yang dapat meningkatkan kinerja program atau menghilangkan faktor-faktor yang menghambat efektivitas program.
c. Perbandingan antara biaya dan manfaat atau efektivitas biaya suatu program.
d. Sejauhmana suatu program mencapai hasil yang diharapkan atau menimbulkan dampak yang tidak diharapkan.
e. Sejauhmana program berduplikasi, bertumpang tindih, atau bertentangan dengan program lain yang sejenis.
f. Sejauhmana entitas yang diperiksa telah mengikuti ketentuan pengadaan yang sehat.
g. Validitas dan keandalan ukuran-ukuran hasil dan efektivitas program, atau ekonomi dan efisiensi.
h. Keandalan, validitas, dan relevansi informasi keuangan yang berkaitan dengan kinerja suatu program.
·                     Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu bertujuan untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diperiksa. Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dapat bersifat: eksaminasi (examination), reviu (review), atau prosedur yang disepakati (agreed-upon procedures). Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern. Apabila pemeriksa melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu berdasarkan permintaan, maka BPK harus memastikan melalui komunikasi tertulis yang memadai bahwa sifat pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah telah sesuai dengan permintaan.

G.                TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN ENTITAS YANG DIPERIKSA
Manajemen entitas yang diperiksa bertanggung jawab untuk:
a. Mengelola keuangan negara secara tertib, ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Menyusun dan menyelenggarakan pengendalian intern yang efektif guna menjamin: (1) pencapaian tujuan sebagaimana mestinya; (2) keselamatan/keamanan kekayaan yang dikelola; (3) kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan; (4) perolehan dan pemeliharaan data/informasi yang handal, dan pengungkapan data/informasi secara wajar.
c. Menyusun dan menyampaikan laporan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara tepat waktu.
d. Menindaklanjuti rekomendasi BPK, serta menciptakan dan memelihara suatu proses untuk memantau status tindak lanjut atas rekomendasi dimaksud.

H.                TANGGUNG JAWAB PEMERIKSA
Pemeriksa secara profesional bertanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan untuk memenuhi tujuan pemeriksaan. Dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya, pemeriksa harus memahami prinsip-prinsip pelayanan kepentingan publik serta menjunjung tinggi integritas, obyektivitas, dan independensi. Pemeriksa harus memiliki sikap untuk melayani kepentingan publik, menghargai dan memelihara kepercayaan publik, dan mempertahankan profesionalisme. Tanggung jawab ini sangat penting dalam pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Untuk itulah Standar Pemeriksaan ini memuat konsep akuntabilitas yang merupakan landasan dalam pelayanan kepentingan publik.
Pemeriksa harus mengambil keputusan yang konsisten dengan kepentingan publik dalam melakukan pemeriksaan. Dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya, pemeriksa mungkin menghadapi tekanan dan atau konflik dari manajemen entitas yang diperiksa, berbagai tingkat jabatan pemerintah, dan pihak lainnya yang dapat mempengaruhi obyektivitas dan independensi pemeriksa. Dalam menghadapi tekanan dan atau konflik tersebut, pemeriksa harus menjaga integritas dan menjunjung tinggi tanggung jawab kepada publik.
Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik, pemeriksa harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan derajat integritas yang tertinggi. Pemeriksa harus profesional, obyektif, berdasarkan fakta, dan tidak berpihak. Pemeriksa harus bersikap jujur dan terbuka kepada entitas yang diperiksa dan para pengguna laporan hasil pemeriksaan dalam melaksanakan pemeriksaannya dengan tetap memperhatikan batasan kerahasiaan yang dimuat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemeriksa harus berhati-hati dalam menggunakan informasi yang diperoleh selama melaksanakan pemeriksaan. Pemeriksa tidak boleh menggunakan informasi tersebut diluar pelaksanaan pemeriksaan kecuali ditentukan lain.
Pelayanan dan kepercayaan publik harus lebih diutamakan di atas kepentingan pribadi. Integritas dapat mencegah kebohongan dan pelanggaran prinsip tetapi tidak dapat menghilangkan kecerobohan dan perbedaan pendapat. Integritas mensyaratkan pemeriksa untuk memperhatikan jenis dan nilai-nilai yang terkandung dalam standar teknis dan etika. Integritas juga mensyaratkan agar pemeriksa memperhatikan prinsip-prinsip obyektivitas dan independensi.
Pemeriksa harus obyektif dan bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Pemeriksa juga bertanggung jawab untuk mempertahankan independensi dalam sikap mental (independent in fact) dan independensi dalam penampilan perilaku (independent in appearance) pada saat melaksanakan pemeriksaan. Bersikap obyektif merupakan cara berpikir yang tidak memihak, jujur secara intelektual, dan bebas dari benturan kepentingan. Bersikap independen berarti menghindarkan hubungan yang dapat mengganggu sikap mental dan penampilan obyektif pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan. Untuk mempertahankan obyektivitas dan independensi maka diperlukan penilaian secara terus-menerus terhadap hubungan pemeriksa dengan entitas yang diperiksa.
Pemeriksa bertanggung jawab untuk menggunakan pertimbangan profesional dalam menetapkan lingkup dan metodologi, menentukan pengujian dan prosedur yang akan dilaksanakan, melaksanakan pemeriksaan, dan melaporkan hasilnya. Pemeriksa harus mempertahankan integritas dan obyektivitas pada saat melaksanakan pemeriksaan untuk mengambil keputusan yang konsisten dengan kepentingan publik. Dalam melaporkan hasil pemeriksaannya, pemeriksa bertanggung jawab untuk mengungkapkan semua hal yang material atau signifikan yang diketahuinya, yang apabila tidak diungkapkan dapat mengakibatkan kesalahpahaman para pengguna laporan hasil pemeriksaan, kesalahan dalam penyajian hasilnya, atau menutupi praktik-praktik yang tidak patut atau tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemeriksa bertanggung jawab untuk membantu manajemen dan para pengguna laporan hasil pemeriksaan lainnya untuk memahami tanggung jawab pemeriksa berdasarkan Standar Pemeriksaan dan cakupan pemeriksaan yang ditentukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam rangka membantu pihak manajemen dan para pengguna laporan hasil pemeriksaan lainnya memahami tujuan, jangka waktu dan data yang diperlukan dalam pemeriksaan, pemeriksa harus mengkomunikasikan informasi yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan tersebut kepada pihak-pihak yang terkait selama tahap perencanaan pemeriksaan.

I.                   TANGGUNG JAWAB ORGANISASI PEMERIKSA
Organisasi pemeriksa mempunyai tanggung jawab untuk meyakinkan bahwa: (1) independensi dan obyektivitas dipertahankan dalam seluruh tahap pemeriksaan, (2) pertimbangan profesional (professional  judgment) digunakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan dan pelaporan hasil pemeriksaan, (3) pemeriksaan dilakukan oleh personil yang mempunyai kompetensi profesional dan secara kolektif mempunyai keahlian dan pengetahuan yang memadai, dan (4) peer-review yang independen dilaksanakan secara periodik dan menghasilkan suatu pernyataan, apakah sistem pengendalian mutu organisasi pemeriksa tersebut dirancang dan memberikan keyakinan yang memadai sesuai dengan Standar Pemeriksaan.

J.                  HUBUNGAN ANTARA STANDAR PEMERIKSAAN DENGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyatakan bahwa pemeriksaan keuangan negara dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan. Standar Pemeriksaan ini merupakan standar pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tersebut.
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 memuat 3 (tiga) jenis pemeriksaan, yaitu: pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Dalam Standar Pemeriksaan ini, standar untuk melakukan pemeriksaan keuangan diatur dalam Standar Pemeriksaan Keuangan, standar untuk melakukan pemeriksaan kinerja diatur dalam Standar Pemeriksaan Kinerja, dan standar untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu diatur dalam Standar Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu.
Standar Pemeriksaan Keuangan diatur dalam Standar Umum (PSP 01), Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan (PSP 02) dan Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan (PSP 03). Standar Pemeriksaan Kinerja diatur dalam Standar Umum (PSP 01), Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja (PSP 04) dan Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja (PSP 05). Standar Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu diatur dalam Standar Umum (PSP 01), Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PSP 06), dan Standar Pelaporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PSP 07).

K.                HUBUNGAN ANTARA STANDAR PEMERIKSAAN DENGAN STANDAR PROFESIONAL LAINNYA
Standar Pemeriksaan ini harus digunakan bersama-sama dengan SPAP yang ditetapkan oleh IAPI. SPAP tersebut berlaku untuk audit keuangan dan perikatan atestasi yang dilaksanakan oleh akuntan publik. Standar Pemeriksaan memberlakukan standar pekerjaan lapangan, standar pelaporan dan Pernyataan Standar Audit (PSA) yang terkait dengan audit keuangan dan perikatan atestasi dalam SPAP, kecuali ditentukan lain. Penerapan SPAP perlu memperhatikan standar umum serta standar tambahan pada standar pelaksanaan dan standar pelaporan dalam Standar Pemeriksaan ini.

L.                 SISTEMATIKA
Standar Pemeriksaan ini disusun menurut sistematika sebagai berikut:
PENDAHULUAN STANDAR PEMERIKSAAN
PSP 01 : STANDAR UMUM
PSP 02 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KEUANGAN
PSP 03 : STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN KEUANGAN
PSP 04 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KINERJA
PSP 05 : STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN KINERJA
PSP 06 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU
PSP 07 : STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU



DAFTAR PUSTAKA

www.google.com

SA Seksi 801 AUDIT KEPATUHAN YANG DITERAPKAN ATAS ENTITAS PEMERINTAHAN DAN PENERIMA LAIN BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH


SA Seksi 801
AUDIT KEPATUHAN YANG DITERAPKAN ATAS ENTITAS PEMERINTAHAN DAN PENERIMA LAIN BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH

Sumber : PSA No. 62
Seksi ini berisi standar untuk pengujian dan pelaporan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam perikatan, sebagaimana didefinisikan berikut ini, berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia dan Standar Audit Pemerintahan yang ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Manajemen bertanggung jawab untuk menjamin bahwa entitas yang dikelolanya mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku atas aktivitasnya. Tanggung jawab ini mencakup pengidentifikasian peraturan perundang-undangan yang berlaku dan penyusunan pengendalian intern yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai bahwa entitas tersebut mematuhi peraturan perundangundangan tersebut. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Seksi ini, tanggung jawab auditor untuk menguji dan melaporkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan bervariasi sesuai dengan syarat perikatan.

A.                DAMPAK UNDANG-UNDANG TERHADAP LAPORAN KEUANGAN
Karena bervariasinya persyaratan audit yang harus dipenuhi oleh entitas penerima bantuan keuangan pemerintah, auditor harus menerapkan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama untuk memastikan bahwa auditor dan manajemen memahami tipe perikatan yang harus dilaksanakan oleh auditor.
Manajemen juga bertanggung jawab untuk memperoleh jasa audit yang memenuhi persyaratan hukum dan peraturan atau kontrak yang relevan. Standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia tidak mengharuskan auditor untuk melaksanakan prosedur yang menurut pertimbangannya melampaui prosedur yang diperlukan untuk memperoleh bukti audit kompeten dalam merumuskan pendapatnya atas laporan keuangan. Oleh karena itu, jika selama audit atas laporan keuangan yang didasarkan pada standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia, auditor menyadari bahwa entitas yang diaudit harus memenuhi persyaratan yang tidak dicakup oleh ketentuan dalam perikatan, auditor harus mengkomunikasikan hal ini kepada manajemen dan komite audit, atau pihak berwenang setara yang lain, bahwa audit yang didasarkan atas standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia  tidak dapat memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan, atau kontrak yang relevan.

B.                 AUDIT KEPATUHAN DALAM AUDIT YANG DILAKSANAKAN BERDASARKAN STANDAR AUDITING YANG DITETAPKAN INSTITUT AKUNTAN PUBLIK INDONESIA
Dalam audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia, tanggung jawab auditor untuk mempertimbangkan peraturan perundang-undangan dan bagaimana dampaknya terhadap audit tersebut dijelaskan dalam SA Seksi 317 [PSA No. 31] dan SA Seksi 316 [PSA No. 70]. SA Seksi 317 paragraf 05 menyamakan tanggung jawab auditor untuk mendeteksi salah saji yang disebabkan oleh unsur pelanggaran hukum tertentu dengan tanggung jawab atas kekeliruan atau kecurangan yang lain sebagai berikut:
Auditor biasanya mempertimbangkan hukum dan peraturan yang dipahaminya sebagai hal yang memiliki pengaruh langsung dan material dalam penentuan jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan. Sebagai contoh, peraturan perpajakan mempengaruhi besarnya accrual dan besarnya jumlah yang diperlakukan sebagai beban dalam suatu periode akuntansi; demikian pula halnya dengan penerapan hukum dan peraturan akan mempengaruhi jumlah piutang pendapatan dalam kontrak kerja dengan pihak pemerintah. Namun, auditor lebih mempertimbangkan hukum dan peraturan dari sudut pandang hubungan hukum dan peraturan dengan tujuan audit yang ditentukan atas dasar pernyataan dalam laporan keuangan, daripada tinjauan semata-mata dari sudut pandang hukum. Tanggung jawab auditor untuk mendeteksi dan melaporkan salah saji sebagai akibat adanya unsur pelanggaran hukum yang berdampak langsung dan material terhadap penentuan jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan adalah sama dengan tanggung jawab auditor untuk mendeteksi adanya salah saji yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan sebagaimana dijelaskan dalam SA Seksi 110 [PSA No. 02] Tanggung Jawab and Fungsi Auditor Independen.

C.                ENTITAS PEMERINTAHAN
Entitas pemerintahan umumnya diatur oleh berbagai peraturan perundang-undangan yang berdampak terhadap laporan keuangannya. Aspek penting prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia yang diterapkan dalam entitas pemerintahan adalah diakuinya berbagai aturan kontrak dan hukum yang khusus berlaku dalam lingkungan pemerintahan. Berbagai aturan tersebut merupakan dasar dan dicerminkan dalam struktur dana, basis akuntansi, dan prinsip lain serta metode yang ditetapkan, dan merupakan faktor utama yang membedakan antara akuntansi pemerintahan dari akuntansi perusahaan.
Ø    Pemahaman atas Dampak Peraturan Perundang-undangan
Auditor harus memperoleh pemahaman tentang kemungkinan dampak peraturan perundangundangan terhadap laporan keuangan yang umumnya diperkirakan oleh auditor berdampak langsung dan material atas penentuan jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan. Auditor harus menentukan apakah manajemen telah mengidentifikasi peraturan perundang-undangan yang mempunyai pengaruh langsung dan material dalam penentuan jumlah-jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan entitas pemerintahan.
Ø    Pertimbangan atas Risiko
1.      Faktor yang Mempengaruhi Risiko Audit.
SA Seksi 316 [PSA No. 70] menyebutkan hal-hal yang harus dipertimbangkan oleh auditor dalam menentukan risiko pada tingkat laporan keuangan dan pada tingkat saldo atau golongan. Beberapa dari hal-hal tersebut adalah relevan dengan pertimbangan auditor atas risiko salah saji material laporan keuangan sebagai akibat dari pelanggaran peraturan perundangundangan yang berdampak langsung dan material terhadap penentuan jumlah-jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan. Sebagai contoh, jika suatu entitas pemerintahan didesentralisasikan tanpa pemantauan memadai, risiko salah saji material pada tingkat laporan keuangan dapat meningkat. Risiko salah saji material yang berkaitan dengan asersi tertentu pada tingkat saldo atau golongan dapat dipengaruhi oleh jenis, penyebab, dan jumlah salah saji yang ditemukan dan yang mungkin terjadi yang dideteksi dalam audit sebelumnya dan kompetensi personel yang ditungasi untuk mengolah data yang berpengaruh terhadap saldo atau golongan.
2.      Pengendalian Intern.
SA Seksi 319 [PSA No. 69] Pertimbangan Pengendalian Intern dalam Audit Laporan Keuangan, mengharuskan auditor untuk memperoleh pemahaman atas pengendalian intern memadai untuk merencanakan audit dan untuk menentukan risiko pengendalian untuk asersi yang terdapat dalam laporan keuangan.

D.                ENTITAS LAIN YANG MENERIMA BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH
Pemerintah memberikan bantuan keuangan kepada entitas lain, termasuk organisasi nirlaba dan perusahaan. Di antara bantuan keuangan pemerintah adalah bantuan (grant) berbentuk kas atau aktiva lain, pinjaman, jaminan pinjaman, subsidi tarif bunga. Dengan menerima bantuan tersebut, baik entitas pemerintahan maupun nonpemerintah dapat terkena peraturan perundang-undangan yang mungkin berdampak langsung dan material terhadap penentuan jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan.
Ø    Dokumentasi Kertas Kerja
Auditor harus mendokumentasikan prosedur yang dilaksanakan untuk mengevaluasi kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berdampak langsung dan material dalam penentuan jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan berdasarkan SA Seksi 339 [PSA No. 15] Kertas Kerja.
Ø    Representasi Tertulis dari Manajemen
SA Seksi 333 [PSA No. 17] Representasi Manajemen, mengharuskan auditor untuk memperoleh representasi tertulis dari manajemen sebagai bagian dari audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia.

E.                 PELAPORAN BERDASARKAN STANDAR AUDIT PEMERINTAHAN
Entitas pemerintahan, organisasi nirlaba, atau perusahaan dapat menugasi auditor untuk mengaudit laporan keuangan entitas tersebut berdasarkan Standar Audit Pemerintahan. Dalam melaksanakan audit berdasarkan Standar Audit Pemerintahan, auditor memikul tanggung jawab melampaui tanggung jawab yang dipikulnya dalam audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia untuk melaporkan tentang kepatuhan dengan peraturan perundang-undangan dan tentang pengendalian intern. Dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan entitas pemerintah atau penerima lain bantuan keuangan pemerintah yang melakukan penawaran efek melalui pasar modal, auditor wajib mematuhi ketentuan Undang-Undang Pasar Modal.

Ø    Pelaporan atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku
Auditor dapat melaporkan masalah kepatuhan peraturan perundang-undangan dan pengendalian intern dalam laporan audit atas laporan keuangan atau dalam suatu laporan terpisah. Apabila auditor melaporkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan pengendalian intern dalam laporan audit atas laporan keuangan, maka auditor harus mencantumkan dalam suatu paragraf pengantar yang menjelaskan pokok-pokok temuan utama dari audit atas laporan keuangan dan dari pengujian atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan serta pelaksanaan pengendalian intern. Auditor tidak boleh menerbitkan paragraf pengantar ini sebagai laporan terpisah. Apabila auditor melaporkan secara terpisah tentang kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan pengendalian intern, maka laporan audit atas laporan keuangan harus menyatakan bahwa ia menerbitkan laporan tambahan tersebut.
Ø    Pengujian Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku
Paragraf 5.11 Standar Audit Pemerintahan mengharuskan auditor melakukan hal-hal berikut ini:
a.       Auditor harus merancang audit untuk dapat memberikan keyakinan memadai guna mendeteksi ketidakberesan yang material bagi laporan keuangan.
b.      Auditor harus merancang audit untuk memberikan keyakinan memadai guna mendeteksi kesalahan/kekeliruan yang material dalam laporan keuangan sebagai akibat langsung dari adanya unsur perbuatan melanggar/melawan hukum yang material.
c.       Auditor harus waspada terhadap kemungkinan telah terjadinya unsur perbuatan melanggar/melawan hukum secara tidak langsung.  Jika informasi khusus yang telah diterima oleh auditor memberikan bukti tentang adanya kemungkinan unsur perbuatan melanggar/melawan hukum yang secara tidak langsung berdampak material terhadap laporan keuangan, maka auditor harus menerapkan prosedur audit yang secara khusus ditujukan untuk memastikan apakah suatu unsur perbuatan melanggar/melawan hokum telah terjadi. Auditor akan mematuhi persyaratan ini dengan mendesain audit untuk memberikan keyakinan memadai tentang deteksi terhadap kekeliruan, ketidakberesan, dan unsur perbuatan melanggar/melawan hukum sebagai akibat dari pelanggaran peraturan perundang-undnagan yang berdampak langsung dan material terhadap jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan, sebagaimana disyaratkan oleh SA Seksi 316 dan 317.
Ø    Pelaporan Ketidakpatuhan
Untuk tujuan Seksi ini, ketidakpatuhan material didefinisikan sebagai kegagalan mematuhi persyaratan, atau pelanggaran terhadap larangan, batasan dalam peraturan, kontrak, atau bantuan yang menyebabkan auditor berkesimpulan bahwa kumpulan salah saji (estimasi terbaik auditor tentang total salah saji) sebagai akibat kegagalan atau pelanggaran tersebut adalah material bagi laporan keuangan. Bila prosedur yang dilaksanakan oleh auditor mengungkapkan ketidakpatuhan material, auditor harus memodifikasi pernyataan keyakinan positif dan negatif dalam laporan auditnya.
Auditor harus melaporkan hal material dari ketidakpatuhan terlepas apakah akibat salah saji telah dikoreksi dalam laporan keuangan entitas. Auditor dapat mengharapkan untuk memasukkan suatu pernyataan tentang apakah salah saji sebagai akibat hal material dari ketidakpatuhan telah dikoreksi dalam laporan keuangan atau suatu pernyataan yang menjelaskan dampak salah saji tersebut dalam laporannya atas laporan keuangan pokok. Berikut ini adalah contoh laporan audit atas kepatuhan yang disajikan secara terpisah dari laporan audit atas laporan keuangan, jika hal material dari ketidakpatuhan diidentifikasi.
Ø    Unsur Perbuatan Melanggar/Melawan Hukum
Standar Audit Pemerintahan mengharuskan auditor untuk melaporkan hal-hal atau indikasi unsur perbuatan melanggar/melawan hukum yang dapat berakibat ke penuntutan pidana. Namun, auditor tidak memiliki keahlian untuk menyimpulkan tentang apakah suatu unsur pelanggaran hukum atau kemungkinan pelanggaran hukum dapat berakibat ke penuntutan pidana. Oleh karena itu, dalam mematuhi persyaratan untuk melaporkan hal-hal atau indikasi adanya unsur pelanggaran hukum yang dapat berakibat ke penuntutan pidana, auditor dapat memilih untuk melaporkan semua unsur  pelanggaran hukum atau kemungkinan unsur pelanggaran hukum yang ditemukan.

F.                 PELAPORAN ATAS PENGENDALIAN INTERN
Konsisten dengan SA Seksi 325 [PSA No. 35] Komunikasi Masalah yang Berhubungan dengan Pengendalian Intern yang Ditemukan dalam Suatu Audit, auditor harus mengkomunikasikan setiap kondisi yang dapat dilaporkan yang ditemukan selama auditnya; namun, pelaporan atas pengendalian intern berdasarkan Standar Audit Pemerintahan berbeda dengan pelaporan hal yang sama berdasarkan SA Seksi 325. Standar Audit Pemerintahan mengharuskan auditor membuat laporan tertulis atas pengendalian intern dalam semua audit; SA Seksi 325 [PSA No. 35] mengharuskan komunikasi – lisan atau tertulis- hanya jika auditor telah menemukan kondisi yang dapat dilaporkan. Standar Audit Pemerintahan mengharuskan suatu gambaran setiap kondisi yang dapat dilaporkan yang ditemukan, termasuk identifikasi kondisi yang dipandang merupakan kelemahan material. SA Seksi 325 [PSA No. 35] memperbolehkan, namun tidak mengharuskan, auditor untuk secara terpisah mengidentifikasi dan mengkomunikasikan kondisi yang dapat dilaporkan sebagai kelemahan material, jika menurut pertimbangan auditor dipandang sebagai kelemahan material.
Ø    Pengidentifikasian Pengendalian
Beberapa variasi dimungkinkan dalam penggolongan pengendalian intern yang disajikan dalam Standar Audit Pemerintahan. Suatu entitas dapat menggolongkan transaksinya ke dalam klasifikasi kecil atau besar. Suatu entitas dapat membuat klasifikasinya atas dasar basis entitas secara keseluruhan atau secara departemen.
Ø    Lingkup Pekerjaan Auditor
Standar Audit Pemerintahan mengharuskan bahwa laporan auditor tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan pengendalian intern menggambarkan lingkup pekerjaannya dalam pemerolehan suatu pemahaman tentang pengendalian intern dan dalam penentuan risiko audit. Auditor dapat memenuhi persyaratan ini dengan menyatakan (a) bahwa ia telah memperoleh suatu pemahaman tentang pengendalian intern yang relevan dan apakah pengendalian intern tersebut telah dioperasikan dan (b) bahwa ia telah menentukan risiko pengendalian.
Ø    “Kondisi yang Tidak Dapat Dilaporkan”
Apabila informasi tertentu dilarang untuk diungkapkan kepada umum, laporan audit harus menyatakan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan persyaratan yang menyebabkan tidak dilaporkannya informasi tersebut.
Bilamana auditor telah menemukan kondisi yang dapat dilaporkan dalam audit atas laporan keuangan yang didasarkan atas Standar Audit Pemerintahan, laporan auditor tentang pengendalian intern harus berisi:
a.       Suatu pernyataan bahwa auditor telah mengaudit laporan keuangan dan suatu pengacuan ke laporan auditor atas laporan keuangan, termasuk suatu penjelasan setiap penyimpangan dari laporan baku.
b.      Suatu pernyataan bahwa audit telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia dan Standar Audit Pemerintahan yang ditetapkan Badan Pemeriksa Keuangan.
c.       Suatu pernyataan bahwa, dalam perencanaan dan pelaksanaan audit atas laporan keuangan, auditor telah mempertimbangkan pengendalian intern entitas untuk menentukan prosedur audit yang ditujukan untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan dan tidak untuk memberikan keyakinan atas pengendalian intern.
d.      Suatu pernyataan bahwa penyusunan dan pemeliharaan pengendalian intern merupakan tanggung jawab manajemen.
e.       Suatu penjelasan tujuan, lingkup, dan keterbatasan bawaan setiap pengendalian intern.
f.       Suatu gambaran pengendalian intern entitas, yang dipandang sebagai bagian dari pemahaman auditor atas pengendalian intern entitas.
g.      Suatu penjelasan lingkup pekerjaan auditor, yang menyatakan bahwa auditor memperoleh suatu pemahaman tentang desain pengendalian intern yang relevan, menentukan apakah pengendalian intern tersebut dioperasikan, and menentukan risiko pengendalian.
h.      Definisi kondisi yang dapat dilaporkan.
i.        Suatu penjelasan kondisi yang dapat dilaporkan yang ditemukan dalam audit.
j.        Definisi kelemahan material.
k.      Suatu pernyataan tentang apakah auditor yakin bahwa setiap kondisi yang dilaporkan sebagaimana dijelaskan dalam laporannya merupakan kelemahan material, jika demikian, identifikasi kelemahan material yang ditemukan.
l.        Jika berlaku, suatu pernyataan bahwa masalah-masalah lain tentang pengendalian intern dan operasinya telah dikomunikasikan kepada manajemen dalam surat terpisah.
m.    Suatu pernyataan bahwa laporan dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada komite audit, manajemen dan badan legislatif atau badan pengatur tertentu, namun tidak dimaksudkan untuk membatasi distribusinya, jika hal ini menyangkut catatan publik.