Selasa, 23 Agustus 2011

TUGAS PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJERIAL

NAMA : NURUL FITRIA SEPTIADINI
MATA KULIAH : PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJERIAL
DOSEN PENGAMPU : Drs. H. DARYONO RAHARDJO, MM



KEPUTUSAN-KEPUTUSAN MENGENAI MEREK
(STUDI PADA PERUSAHAAN OTOMOTIF TOYOTA)

1. Keputusan Pemberian Merek
Keputusan pertama adalah apakah perusahaan harus mengembangkan suatu nama merek untuk produknya. Dalam hal ini studi mengambil pada salah satu pabrikan otomotif yang cukup terkemuka di seluruh dunia yaitu Toyota. Pengambilan merek (brand) pabrikan itu dengan nama Toyota ini karena mengacu pada keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari kebijakan pemberian merek tersebut dari sudut pandang produsen, konsumen, maupun distributor (Kotler, 1992) yaitu:
a. Merek ditinjau dari sudut pandang konsumen:
Merek memberi tahu pada pembeli mengenai mutu produk
Merek dapat membedakan produk tanpa harus diperiksa secara teliti
Merek membantu menarik perhatian konsumen atas suatu produk baru yang mungkin bermanfaat bagi mereka
b. Merek ditinjau dari sudut pandang produsen:
Merek memudahkan produsen memproses pesanan dan menelusuri masalah
Nama merek dan tanda merek penjualan memberikan perlindungan hukum atas cirri-ciri produk yang unik
Merek memberikan kesempatan kepada penjual untuk menjaring pelanggan yang setia dan menguntungkan
Merek membantu produsen melakukan segmentasi pasar
Merek yang kuat membantu membangun citra perusahaan serta memudahkan perusahaan meluncurkan merek-merek baru yang mudah diterima oleh para distributor oleh pelanggan
c. Merek ditinjau dari sudut pandang distributor:
Memudahkan penanganan produk
Menjaga produksi supaya memenuhi standar mutu tertentu
Memperkuat referensi pembeli
Memudahkan identifikasi pemasok

2. Keputusan Sponsor Merek
Dalam memutuskan pemberian merek pada suatu produk, perusahaan mengahadapi pilhan siapa yang akan menyediakan merek tersebut. Dalam hal ini, klasifikasi merek Toyota berdasarkan atas merek produsen (manufacturer’s brand). Hal ini disebakan karena Toyota ini merupakan pabrikan otomotif sehingga mengacu pada merek yang diciptakan dan dimiliki oleh produsen produk Toyota tesebut.
Keuntungan manufacturer’s brand (Kotler, 1992) adalah:
 Bila produk tersebut dapat diterima oleh konsumen maka citra perusahaan yang menggunakan merek pada produk tersebut akan naik
 Perusahaan akan melihat sejauhmana konsumen setia pada merek yang dikeluarkannya sehingga dapat mengontrol eksistensi mereknya.
Kelemahan manufacturer’s brand (Kotler, 1992) adalah:
 Produsen harus memiliki dana yang besar untuk promosi atau media yang akan digunakan dan untuk memperbaiki mereknya
 Jika produk yang dipasarkan kurang diminati, maka produsen akan mempunyai kapasitas berlebih cukup besar.

3. Keputusan Nama Merek
Produsen yang memutuskan memberi merek pada produknya harus memilih nama merek yang akan digunakan. Dalam hal ini, strategi klasifikasi merek Toyota berdasarkan pada nama kelompok (blanket family names). Hal ini dikarenakan karena merek Toyota ini digunakan dalam beberapa macam barang, misalnya Toyota Kijang, Toyota Avanza, Toyota Corola, Toyota Yaris. Keuntungan dari strategi ini adalah rendahnya biaya pengembangan karena tidak membutuhkan riset “nama” dan pengeluaran iklan yang besar untuk menciptakan pengakuan merek. Penjualan dari suatu produk baru akan menjadi kuat jika nama produk baik.

4. Keputusan Strategi Merek
Strategi pengembangan merek pada Toyota tersebut adalah brand extension (perluasan merek) yaitu strategi dengan nama merek sukses untuk meluncurkan produk baru atau yang dimodifikasi dalam kategori baru (Kotler, 1992). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa produk-produk baru yang dihasilkan perusahaan otomotif tersebut memakai merek Toyota untuk semua kategori produknya.
Strategi perluasan merek banyak digunakan oleh perusahaan untuk mensiasati kondisi pasar, kondisi ekonomi, dan kondisi persaingan yang ada. Dengan memahami bahwa ekuitas merek memiliki dampak yang besar dalam keputusan konsumen dalam pemilihan suatu produk dan adanya kondisi riil bahwa diperlukannya biaya iklan yang tinggi untuk membangun brand awareness suatu produk baru dengan merek yang baru sehingga banyak perusahaan yang menerapkan strategi perluasan merek.
Menurut Helen Wing, Director of the Marketing Science Centre at Research International menyatakan bahwa produk baru dengan merek yang benar – benar baru membutuhkan usaha pemasaran dari segi waktu dan biaya yang lebih banyak untuk memperkenalkan merek dan membangun awareness konsumen. Pertimbangan lain adalah bahwa perusahaan merasa bisa mendapatkan keuntungan dari adanya ikatan emosional yang telah terbentuk antara merek induk dengan perluasannya sehingga inventasi yang dibutuhkan untuk perluasan merek bisa lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan merek yang baru.
Selain itu terdapat pula kelemahan dari strategi perluasan merek yang terdapat dalam jurnal marketing: ”Brand Extension Is Not A Low Risk Option That Firms Think It Is” menyatakan:
1. Minat pembelian konsumen untuk produk dengan merek baru 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan perluasan merek. Hal ini disebabkan karena rasa ingin tahu konsumen akan adanya merek baru membuat mereka berminat untuk mencoba produk baru tersebut.
2. Pesan yang disampaikan merek dengan perluasan harus cukup berbeda dengan merek induknya. Karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Milward Brown menyatakan bahwa kegiatan periklanan yang dilakukan untuk perluasan merek baru hanya mendapatkan tingkat awareness sebesar 65%. Hal ini disebabkan konsumen tidak melihat produk baru tersebut sebagai sesuatu yang baru karena masih terpaku pada merek induknya.

5. Keputusan Penentuan Posisi Ulang Merek (Reposisisi Merek)
Keputusan penentuan posisi ulang merek (brand repositioning) adalah keputusan yang dilakukan perusahaan untuk menentukan kembali posisi suatu merek. Betapapun baiknya posisi awal suatu merek dalam pasar, nantinya perusahaan mungkin harus memposisikan ulang. Pesaing mungkin meluncurkan merek yang diposisikan berdekatan dengan merek perusahaan dan mengambil alih pangsa pasarnya atau keinginan pelanggan mungkin bergeser, sehingga merek perusahaan kurang disukai lagi.
Pemasar harus mempertimbangkan reposisi ulang merek yang ada sebelum memperkenalkan merek dan loyalitas konsumen. Memposisikan ulang mungkin memerlukan perubahan produk dan citranya. Misalnya dilakukan PT Toyota Astra Motor (TAM) yang awal Oktober 2009 telah mengeluarkan varian terbaru New Rush. Setelah sekitar dua tahun tidak mengotak-atik produknya itu. Hal itu disebabkan karena pada saat itu pasar sedang tidak berkembang sehingga membuat ATPM melakukan berbagai strategi untuk mendorong penjualan produk SUV-nya.
Peluncuran New Toyota Rush itu diharapkan bisa mendongkrak penjualan varian SUV itu, dari sebelumnya 1.200 - 1.400 unit per bulan, menjadi 1.500 unit."Dalam penjualan kami lebih menekankan pada aspek experience bagi konsumen, ketimbang hanya menjual sebuah mobil. Lewat cara ini, loyalitas konsumen terhadap merek Toyota juga semakin kuat. Salah satu contoh penekanan pada aspek pengalaman adalah penyegaran dan positioning satu produk.
New Rush facelift ini tidak mengalami perubahan pada mesin. Toyota menilai perubahan mesin bukan prioritas. Peremajaan eksterior dianggap lebih mendesak. Toyota melakukan perubahan pada tampilan luar Toyota Rush, sehingga tampak lebih sporty dan lebih tangguh.
Konsumen pun diyakini lebih mendapatkan kenikmatan berkendara dengan menggunakan SUV Toyota Rush akibat perubahan ke arah yang lebih tangguh. New Rush masih mengusung mesin 1.500 cc 16V, DOHC WT-i yang dinilai Toyota masih mumpuni di kelasnya.