Minggu, 16 Oktober 2011

Kasus Pajak Gayus Halomoan Tambunan


Etika Bisnis dan Profesi
Tugas kelompok

Dosen Pengampu:
Hj. Siti Mutmainah, SE, Msi, Akt

      

KELOMPOK 5
Alif Widya Aryani
Fitma Nur Puasanti
Nurul Fitria Septiadini
(Kelas PPA XV-JSM)


U N I V E R S I T A S  D I P O N E G O R O
S E M A R A N G
2 0 11


Kasus Pajak Gayus Halomoan Tambunan

I.                   Kronologis Kasus Gayus

Pada waktu terakhir ini, perpajakan disoroti berbagai pihak dalam berbagai sudut pandang. Hal ini terkait dengan munculnya dugaan kasus mafia pajak yang dilakukan oleh pegawai negeri sipil dari Ditjen Pajak yaitu Gayus Halomoan Tambunan. Gayus seorang PNS Direktorat Keberatan dan Banding Dirjen Pajak. 

Kasus bermula dari kecurigaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terhadap rekening milik Gayus di Bank Panin. Kemudian pihak Kejagung menunjuk 4 jaksa untuk mengikuti perkembangan penyidikan tersebut. Mereka adalah Cirus Sinaga, Fadil Regan, Eka Kurnia dan Ika Syafitri. Berkas perkara tersebut dikirim pada 7 Oktober 2009. Di dalam SPDP, tersangka Gayus diduga melakukan money laundring, tindak pidana korupsi dan penggelapan. Analisa yang dibangun oleh Jaksa Peneliti melihat pada status Gayus yang merupakan seorang PNS pada Direktorat Keberatan dan Banding Dirjen Pajak kecil kemungkinan memiliki dana atau uang sejumlah Rp 25 Miliar pada Bank Panin, Jakarta.

Dalam berkas yang dikirimkan penyidik Polri, Gayus dijerat dengan tiga pasal berlapis yakni pasal korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. “Karena Gayus seorang pegawai negeri dan memiliki dana Rp. 25 miliar di Bank Panin. Seiring hasil penelitian jaksa, hanya terdapat satu pasal yang terbukti terindikasi kejahatan dan dapat dilimpahkan ke Pengadilan, yaitu penggelapannya. Itu pun tidak terkait dengan uang senilai Rp.25 milliar yang diributkan PPATK dan Polri itu. Untuk korupsinya, terkait dana Rp 25 milliar itu tidak dapat dibuktikan sebab dalam penelitian ternyata uang sebesar itu merupakan produk perjanjian Gayus dengan Andi Kosasih. Pengusaha garmen asal Batam ini mengaku pemilik uang senilai hampir Rp 25 miliar di rekening Bank Panin milik Gayus.

Pada 2002, Gayus Tambunan mengaku pernah satu pesawat dengan pengusaha properti Andi Kosasih. Mereka lalu berkawan baik, karena sama-sama besar di Jakarta Utara.
Setelah perkenalan singkat itu mereka saling bercerita tentang profesi masing-masing. Andi memperkenalkan dirinya sebagai pengusaha bidang properti khusus pembangunan rumah kantor (ruko) berdomisili di Batam dan Jakarta.
Karena pertemanan keduanya, maka kemudian terjadilah hubungan kerjasama bisnis diantara keduanya atas dasar saling percaya. Gayus diberi kepercayaan oleh Andi untuk mencari tanah yang hendak digunakan untuk membangun ruko seluas 2 hektar di kawasan Jakarta Utara. Kemudian, akhirnya mereka membuat perjanjian bisnis secara tertulis pada 25 Mei 2008.  

Biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan tanah tersebut sebesar US$ 6 juta. Namun Andi, baru menyerahkan uang sebesar US$ 2.810.000. Andi menyerahkan uang tersebut kepada Gayus melalui transaksi tunai di rumah orang tua istri Gayus lengkap dengan kwitansinya, sebanyak enam kali yaitu pada pada 1 juni 2008 sebesar US$ 900.000 US dolar, kemudian 15 September 2008 sebesar US$ 650.000, 27 Oktober 2008 sebesar US$ 260.000, lalu pada 10 November 2008 sebesar US$ 200.000, 10 Desember 2008 sebesar US$ 500.000, dan terakhir pada 16 Februari 2009 sebesar US$ 300.000.

Andi menyerahkan uang karena dia percaya dengan Gayus. Sementara untuk money laundringnya, tetap menjadi dugaan sebab Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) sama sekali tidak dapat membuktikan uang senilai Rp 25 milliar itu merupakan uang hasil kejahatan pencucian uang (money laundring). PPATK sendiri telah dihadirkan dalam kasus itu sebagai saksi. Dalam proses perkara itu, PPATK tidak bisa membuktikan transfer rekening yang yang diduga tindak pidana.

Dalam perkembangan proses penyidikan kasus tersebut, ditemukan juga adanya aliran dana senilai Rp 370 juta di rekening lainnya di bank BCA milik Gayus. Uang itu diketahui berasal dari dua transaksi dari PT.Mega Cipta Jaya Garmindo. PT. Mega Cipta Jaya Garmindo dimiliki oleh pengusaha Korea, Mr. Son dan bergerak di bidang garmen. Transaksi dilakukan dalam dua tahap yaitu pada 1 September 2007 sebesar Rp 170 juta dan 2 Agustus 2008 sebesar Rp 200 juta.

Setelah diteliti dan disidik, uang itu diketahui bukan merupakan korupsi dan money laundring juga. Bukan korupsi, bukan money laundering, tetapi penggelapan pajak murni. Itu uang untuk membantu pengurusan pajak pendirian pabrik garmen di Sukabumi. Tetapi setelah dicek, pemiliknya Mr Son, warga Korea, tidak diketahui keberadaannya di mana. Tetapi uang masuk ke rekening Gayus. Namun ternyata dia tidak mengurus (pajaknya). Uang itu tidak digunakan dan dikembalikan, jadi hanya diam di rekening Gayus.

Berkas P-19 dengan petujuk jaksa untuk memblokir dan kemudian menyita uang senilai Rp 370 juta itu. Dalam petunjuknya itu, jaksa peneliti juga meminta penyidik Polri menguraikan di berkas acara pemeriksaan (BAP) keterangan itu beserta keterangan tersangka (Gayus T Tambunan).

Sebelumnya, penyidik Polri melalui AKBP Margiani, dalam keterangan persnya mengungkapkan jaksa peneliti dalam petunjuknya (P-19) berkas Gayus memerintahkan penyidik untuk menyita besaran tiga transaksi mencurigakan di rekening Gayus. Adapun tiga transaksi itu diketahui berasal dari dua pihak, yaitu Roberto Santonius dan PT. Mega Jaya Citra Termindo. Transaksi yang berasal dari Roberto, yang diketahui sebagai konsultan pajak bernilai Rp 25 juta, sedangkan dari PT. Mega Jaya Citra Termindo senilai Rp 370 juta. Transaksi itu terjadi pada 18 Maret, 16 Juni, dan 14 Agustus 2009.

Uang senilai Rp 395 juta itu disita berdasarkan petunjuk dari jaksa peneliti kasus itu. Penanganan kasus Gayus sendiri bermula ketika PPATK menemukan adanya transaksi mencurigakan pada rekening Gayus T Tambunan. PPATK pun meminta Polri menelusurinya.

Kembali ke kasus, berkas Gayus pun dilimpahkan ke pengadilan. Jaksa lalu mengajukan tuntutan 1 tahun dan masa percobaan 1 tahun. Dari pemeriksaan atas pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu sebelumnya, beredar kabar bahwa ada "guyuran" sejumlah uang kepada polisi, jaksa, hingga hakim masing-masing Rp 5 miliar. Diduga gara-gara itulah Gayus terbebas dari hukuman. Sidang terhadap Gayus pun dimulai 13 Januari 2010 di Pengadilan Negeri Tangerang. Selama tiga bulan masa persidangan itu, pengadilan mendengarkan 15 orang saksi. Hasilnya, tanggal 12 Maret, Gayus, yang hanya dituntut satu tahun percobaan oleh Hakim Ketua Muhtadi Asnun beserta Haran Tarigan dan Bambang Widiatmoko sebagai hakim anggota memutus bebas Gayus.

Namun, anehnya penggelapan ini tidak ada pihak pengadunya, pasalnya perusahaan ini telah tutup. Sangkaan inilah yang kemudian maju kepersidangan Pengadilan Negeri Tangerang. Hasilnya, Gayus divonis bebas. Di Pengadilan Negeri Tangerang, Gayus tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan. Namun tetap diajukan tingkat kasasi. Sosok Gayus dinilai amat berharga karena ia termasuk saksi kunci dalam kasus dugaan makelar kasus serta dugaan adanya mafia pajak di Ditjen Pajak. Belum diketahui apakah Gayus melarikan diri lantaran takut atau ada tangan-tangan pihak tertentu yang membantunya untuk kabur supaya kasus yang membelitnya tidak terbongkar sampai ke akarnya. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum meyakini kasus Gayus HP Tambunan bukan hanya soal pidana pengelapan melainkan ada juga pidana korupsi dan pencucian uang. Gayus diketahui pergi Singapura. Dia meninggalkan Indonesia pada Rabu 24 Maret 2010 melalui Bandara Soekarno-Hatta. Namun dia pernah memberikan keterangan kepada Satgas kalau praktek yang dia lakukan melibatkan sekurangnya 10 rekannya.

Imigrasi Belum Endus Posisi Gayus, Gayus Tambunan hengkang ke Singapura pada Rabu 24 Maret. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum mengatakan kasus markus pajak dengan aktor utama Gayus Tambunan melibatkan sindikasi oknum polisi, jaksa, dan hakim. Satgas menjamin oknum-oknum tersebut akan ditindak tegas oleh masing-masing institusinya, koordinasi perkembangan ketiga lembaga tersebut terus dilakukan bersama Satgas. Ketiga lembaga tersebut sudah berjanji akan melakukan proses internal. Kasus ini merupakan sindikasi (jaringan) antar berbagai lembaga terkait.

Perkembangan selanjutnya kasus ini melibatkan susno duadji, Brigjen Edmond Ilyas, Brigjen Raja Erisman. Setelah 3 kali menjalani pemeriksaan, Susno menolak diperiksa Propam. Sebabnya, dasar aturan pemeriksaan sesuai dengan Pasal 45, 46, 47, dan 48 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 25 Perpres No I Tahun 2007 tentang Pengesahan Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan, harus diundangkan menteri dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM. Komisi III DPR Siap Beri Perlindungan Hukum untuk Susno.

Pada tanggal 31 Maret 2010, tim penyidik Divisi Propam Polri memeriksa tiga orang sekaligus. Selain Gayus Tambunan dan Brigjen Edmond Ilyas, ternyata Brigjen Raja Erisman juga ikut diperiksa. Pemeriksaan dilakukan oleh tiga tim berbeda. Tim pertama memeriksa berkas lanjutan pemeriksaan Andi Kosasih, tim kedua memeriksa adanya keterlibatan anggota polri dalam pelanggaran kode etik profesi, dan tim ketiga menyelidiki keberadaan dan tindak lanjut aliran dana rekening Gayus.

Pada tanggal 7 April 2010, Komisi III DPR mengendus, seorang jenderal bintang tiga di Kepolisian diduga terlibat dalam kasus Gayus P Tambunan dan seseorang bernama Syahrial Johan ikut terlibat dalam kasus penggelapan pajak yang melibatkan Gayus Tambunan, dari Rp24 milliar yang digelapkan Gayus, Rp11 milliar mengalir ke pejabat kepolisian, Rp5 milliar ke pejabat kejaksaan dan Rp4 milliar di lingkungan kehakiman, sedangkan sisanya mengalir ke para pengacara.

Efek berantai kasus Gayus juga menyentuh istana. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Satgas Anti Mafia Hukum untuk mengungkap kembali kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). SBY menduga dalam kasus tersebut terdapat mafia hukum.

 

II.    Kasus Gayus menurut Kode Etik Profesi

Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak (Kode Etik) adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan, yang mengikat Pegawai Direktorat Jenderal Pajak (Pegawai) dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya serta dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dengan Kode Etik, segenap jajaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dituntut untuk mengetahui, memahami, menghayati, dan melaksanakan tugas sesuai prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). Kode etik pegawai DJP ini terdiri dari 2 bagian yaitu mengenai kewajiaban dan larangan pegawai.



*      Panduan kewajiban pegawai
1.      Menghormati agama, kepercayaan, budaya, dan adat istiadat orang lain.
2.      Bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel
a.       Bekerja secara profesional meliputi:
·         Integritas
·         Disiplin
·         Kompetensi
b.       Bekerja secara transparan
c.        Bekerja secara akuntabel
3.      Mengamankan data dan atau informasi yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak.
a.       Mengamankan data dan atau informasi
b.       Mengamankan user id dan password serta tidak membocorkannya kepada Pegawai dan atau pihak lain yang tidak berhak.
c.        Memusnahkan dokumen yang tidak terpakai sesuai prosedur.
d.       Tidak mengijinkan orang yang tidak berhak berada dalam ruangan kerja.
4.      Memberikan pelayanan kepada wajib pajak, sesama pegawai, atau pihak lain dalam pelaksanaan tugas dengan sebaik-baiknya.
5.      Mentaati perintah kedinasan.
6.      Bertanggung jawab dalam penggunaan barang inventaris milik Direktorat Jenderal Pajak
7.      Mentaati ketentuan jam kerja dan tata tertib kantor
8.      Menjadi panutan yang baik bagi masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
9.      Bersikap, berpenampilan, dan bertutur kata secara sopan

v   Dalam kasus gayus ini terdapat pelanggaran etika sebagai pegawai DJP yaitu:
-        Terdapat pelanggaran terkait etika bekerja secara profesional, transparan dan akuntabel yang meliputi integritas, di mana gayus tidak bersikap jujur, bersih dari tindakan tercela, dan senantiasa mengutamakan kepentingan negara. Selain itu juga dalam bekerja tidak adanya transparansi tentang pelaporan masalah WP yang menjadi tanggung jawab tugasnya serta tidak adanya pertanggung jawaban secara pasti mengenai hasil kinerjanya terkait kasus ini karena dalam perkembangannya kasus yang ada sekarang malah menjadi melebar dan tidak terarah.
-        Gayus Tambunan tidak dapat menjadi panutan yang baik bagi masyarakat dalam memenuhi kewajban perpajakan karena dia justru menyalahgunakan posisi sebagai pegawai Direktorat Keberatan dan Banding Dirjen Pajak demi kepentingan pribadi.

*      Panduan larangan pegawai
1.      Bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas
2.      Menjadi anggota atau simpatisan aktif partai politik.
3.      Menyalahgunakan kewenangan jabatan baik langsung maupun tidak langsung.
4.      Menyalahgunakan fasilitas kantor.
5.      Menerima segala pemberian dalam bentuk apapun, baik langsung maupun tidak langsung, dari wajib pajak, sesama pegawai, atau pihak lain, yang menyebabkan pegawai yang menerima, patut diduga memiliki kewajiban yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaannya.
6.      Menyalahgunakan data dan atau informasi perpajakan.
7.      Melakukan perbuatan yang patut diduga dapat mengakibatkan gangguan, kerusakan dan atau perubahan data pada sistem informasi milik Direktorat Jenderal Pajak.
8.      Melakukan perbuatan tidak terpuji yang bertentangan dengan norma kesusilaan dan dapat merusak citra serta martabat Direktorat Jenderal Pajak

v  Dalam kasus gayus ini terdapat pelanggaran etika sebagai pegawai DJP yaitu:
a.       Terdapat pelanggaran terkait etika menyalahgunakan data dan atau informasi perpajakan, dalam hal ini gayus sebagai pegawai bagian Direktorat Keberatan dan Banding Dirjen Pajak menyalahgunakan data keuangan WP untuk memperkecil nilai ketetapan pajak WP sehingga merugikan Negara.
b.      Terdapat pelanggaran etika terkait etika menerima segala pemberian dalam bentuk apapun, baik langsung maupun tidak langsung, dari wajib pajak, sesama pegawai, atau pihak lain, yang menyebabkan pegawai yang menerima, patut diduga memiliki kewajiban yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaannya, dalam hal ini gayus menerima balasan pemberian atas tugasnya dalam perhitungan pajak. Di mana gaji golongan IIIA seorang gayus namun terdapat sejumlah milyar dalam rekening pribadainya.
Selain itu kasus ini pula dapat dilihat dari pandangan kode etik pegawai negeri sipil mengingat Gayus merupakan seorang PNS.
KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
·         Etika dalam bernegara meliputi:
a. melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara;
c. menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan tugas;
e. akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa;
f. tanggap, terbuka, jujur, dan akurat, serta tepat waktu dalam melaksanakan setiap kebijakan dan program Pemer intah;
g. menggunakan atau memanfaatkan semua sumber daya Negara secara efisien dan efektif;
h. tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar.
·         Etika dalam berorganisasi adalah:
a.  melaksanakan tugas dan wewenang sesai
b.ketentuan yang berlaku;
c.  menjaga informasi yang bersitat rahasia;
d.      melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang;
e.  membangun etos kerja untnk meningkatkan kinerja organisasi;
f.  menjalin kerja sama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait dalam
rangka pencapaian tujuan;
g. memiliki kompetensi dalam pe laksanaan tugas;
h. patuh dan taat terhadap standar operasional dan tata kerja;
i. mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inova tif dalam rangka peningkatan kinerja organisasi;
j. berorientasi pada upaya peningkatan kualias kerja.


·         Etika dalam bermasyarakat meliputi:
a. mewujudkan pola hidup sederhana;
b. memberikan pelayanan dengan empati horma t dan santun tanpa pamrih dan tanpa
unsur pemaksaan;
c. memberikan pelayanan secara cepat, tepal, terbuka, dan adil serta tidak diskriminatif;
d. tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat;
e. berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam melaksanakan
tugas.
·         Etika terhadap diri sendiri meliputi :
a. jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasi yang tidak benar.
b. bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan;
c. menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golonga n;
d. berinisia tif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan sikap;
e. memiliki daya juang yang tinggi;
f. meme lihara kesehatan jasmani dan rohani;
g. menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga;
h. berpenampilan sederhana, rapih, dan sopan.
·         Etika terhadap sesama Pegawai Negeri Sipil:
a. saling menghormati sesama warga negara yang memeluk agama/kepercayaan yang berlainan;
b. meme lihara rasa persatuan dan kesatuan sesama Pegawai Negeri Sipil;
c. saling menghormati antara teman sejawat, baik secara vertikal maupun horizonta l dalam suatu unit kerja, instansi, maupun antar instansi;
d. menghargai perbedaan pendapat;
e. menjunjung tinggi harkat dan martabat Pegawai Negeri Sipil;
f. menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesama Pegawai Negeri Sip il;
g. berhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia yang menjamin terwujudnya solidaritas dan soliditas semua Pegawai Negeri Sipil dalam memperjuangkan hak- haknya.

III.             Kasus Gayus menurut Teori Etika

a.                Utilitarisme
Utilitarisme berasal dari kata latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Menurut perumusan terkenal, dalam rangka pemikiran utilitarisme (utilitarianism) criteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah the greatest happiness of the greatest number, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbessar. Dapat dipahami pula kalau utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai baik buruknya.  Utilitarisme disebut lagi suatu teori teleologis (dari kata Yunani telos = tujuan), sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan.
v  Menurut teori ini kasus Gayus Tambunan dapat dikatakan tidak etis karena tindakannya dalam penggelapan pajak tidak mendatangkan manfaat dan kebahagiaan banyak orang tetapi merugikan banyak orang. Kasus penggelapan pajak yang dilakukan Gayus Tambunan menguntungkan sebagian pihak, yaitu pihak- pihak yang telah terselesaikan sengketa pajaknya. Namun kasus lebih banyak membawa dampak negatif pada banyak pihak, misalnya rusaknya imej pemberi jasa pelayanan masyarakat terutama pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Selain itu, kasus ini juga banyak merugikan negara, karena uang pembayaran pajak yang seharusnya dapat digunakan untuk kepentingan pembiayaan negara justru masuk ke rekening pribadi milik Gayus Tambunan dan hanya dimanfaatkan oleh satu orang.   
b.               Deontologi
Istilah “deontologi” ini berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban. Yang menjadi dasar bagi baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Konsekuensi perbuatan dalam hal ini tidak boleh menjadi pertimbangan. Atas pertanyaan “mengapa perbuatan ini adalah baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk”, deontology menjawab: “karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dank arena perbuatan kedua dilarang”. Yang menjadi dasar bagi baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Perbuatan tidak pernah menjadi baik karena hasilnya baik, melainkan hanya karena wajib dilakukan. Pendirian deontologi ini dikaitkan dengan perintah dalam agama, maka sadar atau tidak sadar, orang beragama berpegang pada pendirian deontologi ini.
v  Menurut teori ini kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh Gayus Tambunan dapat dikatakan tidak etis. Karena dari segi moral agama tidak ada perintah kewajiban agama memerintahkan untuk melakukan perbuatan yang menyimpang yaitu penggelapan pajak yang sama artinya mencuri uang rakyat dengan tidak kentara.
c.                Teori Hak
Teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena hak berkaitan dengan kewajiban. Kewajiban satu orang biasanya serentak berarti juga hak dari orang lain. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Entah menjabat raja, atau lahir sebagai bangsawan, atau termasuk rakyat biasa, martabatnya selalu sama. Entah seseorang kaya atau miskin, atau dalam keadaan ekonomis yang sedang, dari segi martabatnya tidak ada perbedaan dan akibatnya ia tidak boleh diperlakukan dengan cara yang berbeda. Teori hak sekarang begitu populer, karena dinilai cocok dengan penghargaan terhadap individu yang memiliki harkat tersendiri. Karena itu manusia individual siapa pun tidak pernah boleh dikorbankan demi tercapainya tujuan yang lain.
v  Menurut teori ini kasus Gayus Tambunan dapat dikatakan tidak etis karena seorang Gayus Tambunan berusaha memperoleh hak lebih banyak daripada orang lain. Teori hak mengatakan bahwa manusia individual siapa pun tidak pernah boleh dikorbankan demi tercapainya tujuan yang lain. Masyarakat seharusnya dapat memperoleh hak yang sama atas pemanfaatan pajak yang seharusnya dibayarkan kepada negara, misalnya melalui perbaikan fasilitas umum. Namun, dalam kasus ini, hak tersebut berusaha diambil oleh Gayus Tambunan untuk memperoleh hak yang lebih besar dengan memanfaatkan posisinya sebagai pegawai Direktorat Keberatan dan Banding Dirjen Pajak.
d.               Teori Keutamaan
Teori ini adalah teori yang memandang sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati, melainkan: apakah orang itu bersikap adil, jujur, murah hati, dan sebagainya. Artinya bahwa Etika keutamaan tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan dan tidak mengacu pada norma-norma dan nilai-nilai universal untuk menilai moral seseorang. Etika keutamaan lebih memfokuskan pada pengembangan watak moral pada diri setiap orang. Keutamaan bisa didefnisikan sebagai disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral.
v  Menurut teori ini kasus Gayus Tambunan dapat dikatakan tidak etis karena Gayus Tambunan dianggap tidak mencerminkan sikap-sikap dalam teori keutamaan, seperti bersikap adil, jujur, murah hati, dan sebagainya. Teori keutamaan  memandang seorang Gayus Tambunan memiliki akhlak yang buruk karena perbuatan telah melakukan penggelapan pajak yang sama artinya dengan pencurian uang rakyat secara tidak kentara.  

IV.             Daftar Pustaka

Tuanakota, Teodorus M. 2007. Setengah Abad Profesi Akuntansi. Salemba Empat

 


0 comments:

Posting Komentar