PAJAK
DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
PAJAK
DAERAH
Pajak
Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada
Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah (pasal 1 UU
No.28/2009).
Pajak
Daerah dibagi menjadi 2 bagian (pasal 2 UU PDR), yaitu:
1.
Pajak
Propinsi, terdiri dari:
a.
Pajak
Kendaraan Bermotor;
b.
Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c.
Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d.
Pajak
Air Permukaan.
e.
Pajak
Rokok
2.
Pajak
Kabupaten/ Kota, terdiri dari:
a.
Pajak
Hotel;
b.
Pajak
Restoran;
c.
Pajak
Hiburan;
d.
Pajak
Reklame;
e.
Pajak
Penerangan Jalan;
f.
Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g.
Pajak
Parkir;
h.
Pajak
Air Tanah;
i.
Pajak
Sarang Burung Walet;
j.
Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
k.
Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
PAJAK KENDARAAN BERMOTOR
Objek Pajak
·
Objek Pajak
Kendaraan Bermotor adalah
kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor (pasal 3 ayat (1) UU
PDR).
·
Pengecualian
pajak (pasal 3 ayat (3) UU PDR) adalah:
a.
Kereta
api;
b.
Kendaraan
Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan
negara;
c.
Kendaraan
Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan
negara asing dengan asas timbal balik
dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak
dari Pemerintah; dan
d.
objek
Pajak lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
Subjek Pajak
Subjek
Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/atau
menguasai Kendaraan Bermotor
Cara Perhitungan
·
Dasar
pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah hasil perkalian dari 2 unsur pokok:
a.
Nilai
Jual Kendaraan Bermotor; dan
b.
Bobot
yang mencerminkan secara relative tingkat kerusakan jalan dan/ atau pencemaran
lingkungan akibat penggunaan Kendaraan Bermotor.
·
Tarif
pajak:
1)
Tarif
Pajak Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut:
a.
untuk
kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar 1% dan paling
tinggi sebesar 2%;
b.
untuk
kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan
secara progresif paling rendah sebesar 2% dan paling tinggi sebesar 10%.
2)
Tarif
Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial
keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah
Daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan
paling rendah sebesar 0,5% dan paling tinggi sebesar 1%.
3) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor
alat-alat berat dan alatalat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% dan
paling tinggi sebesar 0,2%.
BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR
Objek Pajak
·
Objek
Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah penyerahan kepemilikan Kendaraan
Bermotor.
·
Pengecualian
pajak adalah:
a.
kereta
api;
b.
Kendaraan
Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan
negara;
c.
Kendaraan
Bermotor yang dimiliki dan/ atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara
asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yang
memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah; dan
d. objek pajak lainnya yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
Subjek Pajak
Subjek
Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau Badan yang
dapat menerima penyerahan Kendaraan Bermotor.
Cara Perhitungan
·
Dasar
pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah Nilai Jual Kendaraan
Bermotor.
·
Tarif
pajak:
1.
Tarif
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing-masing
sebagai berikut:
a.
penyerahan
pertama sebesar 20%; dan
b.
penyerahan
kedua dan seterusnya sebesar 1%.
2.
Khusus
untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak
menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing
sebagai berikut:
a.
penyerahan
pertama sebesar 0,75% ; dan
b.
penyerahan
kedua dan seterusnya sebesar 0,075% .
PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN
BERMOTOR
Objek Pajak
Objek
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang
disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan
bakar yang digunakan untuk kendaraan di air.
Subjek Pajak
Subjek
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah konsumen Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor.
Cara Perhitungan
·
Dasar
pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah Nilai Jual Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
·
Tarif
pajak:
a.
Tarif
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.
b. Khusus tarif Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling
sedikit 50% lebih rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk
kendaraan pribadi.
PAJAK AIR PERMUKAAN
Objek Pajak
·
Objek
Pajak Air Permukaan adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan.
·
Pengecualian
Pajak Air Permukaan adalah:
a.
pengambilan
dan/ atau pemanfaatan Air Permukaan untuk keperluan dasar rumah tangga,
pengairan pertanian dan perikanan rakyat, dengan tetap memperhatikan
kelestarian lingkungan dan peraturan perundang-undangan; dan
b. pengambilan dan/atau pemanfaatan
Air Permukaan lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
Subjek Pajak
Subjek
Pajak Air Permukaan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat melakukan
pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan.
Cara Perhitungan
·
Dasar
pengenaan Pajak Air Permukaan adalah Nilai Perolehan Air Permukaan.
·
Nilai
Perolehan Air Permukaan dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan
mempertimbangkan sebagian atau seluruh factor-faktor berikut:
a.
jenis
sumber air;
b.
lokasi
sumber air;
c.
tujuan
pengambilan dan/atau pemanfaatan air;
d.
volume
air yang diambil dan/atau dimanfaatkan;
e.
kualitas
air;
f.
luas
areal tempat pengambilan dan/atau pemanfaatan air; dan
g.
tingkat
kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan
air.
·
Tarif
Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.
PAJAK ROKOK
Objek Pajak
·
Objek
Pajak Rokok adalah konsumsi rokok.
·
Pengecualian
Pajak Rokok adalah rokok yang tidak dikenai cukai berdasarkan peraturan
perundang-undangan di bidang cukai.
Subjek Pajak
Subjek
Pajak Rokok adalah konsumen rokok.
Cara Perhitungan
·
Dasar
pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap
rokok.
·
Tarif
Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% dari cukai rokok.
PAJAK HOTEL
Objek Pajak
·
Objek
Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan pembayaran,
termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya memberikan
kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.
·
Pengecualian Pajak Hotel adalah:
a.
jasa
tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah
Daerah;
b.
jasa
sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya;
c.
jasa
tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;
d.
jasa
tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan
panti sosial lainnya yang sejenis; dan
e.
jasa
biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh Hotel yang
dapat dimanfaatkan
f. oleh umum.
Subjek Pajak
Subjek
Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada orang
pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel.
Cara Perhitungan
·
Dasar
pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar
kepada Hotel.
·
Tarif
Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.
PAJAK RESTORAN
Objek Pajak
·
Objek
Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran.
·
Pengecualian
Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran yang nilai
penjualannya tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
Subjek Pajak
Subjek
Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang membeli makanan dan/atau
minuman dari Restoran.
Cara Perhitungan
·
Dasar
pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang
seharusnya diterima Restoran.
·
Tarif
Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.
PAJAK HIBURAN
Objek Pajak
Objek
Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut bayaran.
Subjek Pajak
Subjek
Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menikmati Hiburan.
Cara Perhitungan
·
Dasar
pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya
diterima oleh penyelenggara Hiburan.
·
Tarif
Pajak:
1.
Tarif
Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35%.
2.
Khusus
untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke,
klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak
Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75%.
3.
Khusus
Hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan
paling tinggi sebesar 10%.
PAJAK REKLAME
Objek Pajak
·
Objek
Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan Reklame.
·
Tidak
termasuk sebagai objek Pajak Reklame adalah:
a.
penyelenggaraan
Reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta
bulanan, dan sejenisnya;
b.
label/merek
produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk
membedakan dari produk sejenis lainnya;
c.
nama
pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha
atau profesi
d.
diselenggarakan
sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi
tersebut;
e.
Reklame
yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan
f. penyelenggaraan Reklame lainnya
yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Subjek Pajak
Subjek
Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan Reklame.
Cara Perhitungan
·
Dasar
pengenaan pajak:
a.
Dasar
pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame.
b.
Dalam
hal Reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, Nilai Sewa Reklame sebagaimana
dimaksud di atas ditetapkan berdasarkan nilai kontrak Reklame.
c.
Dalam
hal Reklame diselenggarakan sendiri, Nilai Sewa Reklame dihitung dengan
memperhatikan faktor jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, waktu,
jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran media Reklame.
·
Tarif
Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25%.
PAJAK PENERANGAN JALAN
Objek Pajak
·
Objek
Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan
sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.
·
Pengecualian
Pajak Penerangan Jalan adalah:
a.
penggunaan
tenaga listrik oleh instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
b.
penggunaan
tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, dan
perwakilan asing dengan asas timbal balik;
c.
penggunaan
tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak
memerlukan izin dari instansi teknis terkait; dan
d.
penggunaan
tenaga listrik lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah.
Subjek Pajak
Subjek
Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat menggunakan
tenaga listrik.
Cara Perhitungan
·
Dasar
pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah Nilai Jual Tenaga Listrik.
·
Nilai
Jual Tenaga Listrik ditetapkan:
a.
dalam
hal tenaga listrik berasal dari sumber lain dengan pembayaran, Nilai Jual
Tenaga Listrik adalah jumlah tagihan biaya beban/tetap ditambah dengan biaya
pemakaian kWh/variabel yang ditagihkan dalam rekening listrik;
b.
dalam
hal tenaga listrik dihasilkan sendiri, Nilai Jual Tenaga Listrik dihitung
berdasarkan kapasitas tersedia, tingkat penggunaan listrik, jangka waktu
pemakaian listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku di wilayah Daerah yang
bersangkutan.
·
Tarif
pajak:
1.
Tarif
Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.
2.
Penggunaan
tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas
alam, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3%.
3. Penggunaan tenaga listrik yang
dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi
sebesar 1,5%.
PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN
BATUAN
Objek Pajak
·
Objek
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah kegiatan pengambilan Mineral Bukan
Logam dan Batuan yang meliputi:
1.
asbes;
2.
batu
tulis;
3.
batu
setengah permata;
4.
batu
kapur;
5.
batu
apung;
6.
batu
permata;
7.
bentonit;
8.
dolomit;
9.
feldspar;
10.
garam
batu (halite);
11.
grafit;
12.
granit/andesit;
13.
gips;
14.
kalsit;
15.
kaolin;
16.
leusit;
17.
magnesit;
18.
mika;
19.
marmer;
20.
nitrat;
21.
opsidien;
22.
oker;
23.
pasir
dan kerikil;
24.
pasir
kuarsa;
25.
perlit;
26.
phospat;
27.
talk;
28.
tanah
serap (fullers earth);
29.
tanah
diatome;
30.
tanah
liat;
31.
tawas
(alum);
32.
tras;
33.
yarosif;
34. zeolit;
35.
basal;
36.
trakkit;
dan
37.
Mineral
Bukan Logam dan Batuan lainnya sesuaidengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
·
Dikecualikan
dari objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah:
a.
kegiatan
pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang nyata-nyata tidak dimanfaatkan
secara komersial, seperti kegiatan
pengambilan tanah untuk keperluan rumah tangga, pemancangan tiang
listrik/telepon, penanaman kabel listrik/telepon, penanaman pipa air/gas;
b.
kegiatan
pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang merupakan ikutan dari kegiatan
pertambangan lainnya, yang tidak dimanfaatkan secara komersial; dan
c.
pengambilan
Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Subjek Pajak
Subjek
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat
mengambil Mineral Bukan Logam dan Batuan.
Cara Perhitungan
·
Dasar
pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Nilai Jual Hasil
Pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan.
·
Tarif
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25%.
PAJAK PARKIR
Objek Pajak
·
Objek
Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat Parkir di luar badan jalan, baik
yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai
suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
·
Pengecualian
objek pajak adalah:
a.
penyelenggaraan
tempat Parkir oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
b.
penyelenggaraan
tempat Parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk karyawannya sendiri;
c.
penyelenggaraan
tempat Parkir oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara asing dengan asas
timbal balik; dan
d.
penyelenggaraan
tempat Parkir lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah.
Subjek Pajak
Subjek
Pajak Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan parkir kendaraan
bermotor.
Cara Perhitungan
·
Dasar
pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar
kepada penyelenggara tempat Parkir.
·
Tarif
Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30%.
PAJAK AIR TANAH
Objek Pajak
·
Objek
Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah.
·
Pengecualian
Pajak Air Tanah adalah:
a.
pengambilan
dan/atau pemanfaatan Air Tanah untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan
pertanian dan perikanan rakyat, serta peribadatan; dan
b.
pengambilan
dan/atau pemanfaatan Air Tanah lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah.
Subjek Pajak
Subjek
Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan
dan/atau pemanfaatan Air Tanah.
Cara Perhitungan
·
Dasar
pengenaan Pajak Air Tanah adalah Nilai Perolehan Air Tanah.
·
Nilai
Perolehan Air Tanah dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan
mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor-faktor berikut:
1.
jenis
sumber air;
2.
lokasi
sumber air;
3.
tujuan
pengambilan dan/atau pemanfaatan air;
4.
volume
air yang diambil dan/atau dimanfaatkan;
5.
kualitas
air; dan
6.
tingkat
kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan
air.
·
Tarif
Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen).
PAJAK SARANG BURUNG WALET
Objek Pajak
·
Objek
Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung
Walet.
·
Pengecualian
Pajak sarang Burung Walet adalah:
1.
pengambilan
Sarang Burung Walet yang telah dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);
2. kegiatan pengambilan dan/atau
pengusahaan Sarang Burung Walet lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
Subjek Pajak
Subjek
Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan
pengambilan dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet.
Cara Perhitungan
·
Dasar
pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah Nilai Jual Sarang Burung Walet.
·
Tarif
Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN
DAN PERKOTAAN
Objek Pajak
·
Objek
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan
yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan,
kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan.
·
Pengecualian
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak yang:
a.
digunakan
oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan;
b.
digunakan
sematamata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan,
pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh
keuntungan;
c.
digunakan
untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
d.
merupakan
hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang
e.
dikuasai
oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
f.
digunakan
oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal
balik;
g.
digunakan
oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan.
·
Besarnya
NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak) ditetapkan paling rendah
sebesar Rp10.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak.
Subjek Pajak
Subjek
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan
yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat
atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai,
dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.
Cara Perhitungan
·
Dasar
pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah NJOP.
·
Tarif
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi
sebesar 0,3%
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN
BANGUNAN
Objek Pajak
·
Objek
Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan.
·
Pengecualian
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh:
a.
perwakilan
diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
b.
negara
untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna
kepentingan umum;
c.
badan
atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di
luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
d.
orang
pribadi atau Badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan
tidak adanya perubahan nama;
e.
orang
pribadi atau Badan karena wakaf; dan
f. orang pribadi atau Badan yang
digunakan untuk kepentingan ibadah.
Subjek Pajak
Subjek
Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan
yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Cara Perhitungan
·
Dasar
pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Nilai Perolehan
Objek Pajak.
·
Tarif
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5%.
RETRIBUSI
DAERAH
Retribusi
Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau Badan.
Jenis
Retribusi ada 3, yaitu:
a.
Jasa
Umum;
b.
Jasa
Usaha; dan
c.
Perizinan
Tertentu.
Objek Pajak
1.
Objek
Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah
Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh
orang pribadi atau Badan.
2.
Objek
Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah
dengan menganut prinsip komersial yang meliputi:
a.
pelayanan
dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara
optimal; dan/atau
b.
pelayanan
oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak
swasta.
3.
Objek
Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh
Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk
pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber
daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Subjek Pajak
1.
Subjek
Retribusi Jasa Umum adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati
pelayanan jasa umum yang bersangkutan.
2.
Subjek
Retribusi Jasa Usaha adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati
pelayanan jasa usaha yang bersangkutan.
3.
Subjek
Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh
izin tertentu dari Pemerintah Daerah.
Cara Perhitungan
1.
Besarnya
Retribusi yang terutang dihitung berdasarkan perkalian antara tingkat
penggunaan jasa dengan tarif Retribusi.
2.
Tingkat
penggunaan jasa adalah jumlah penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi
beban biaya yang dipikul Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan jasa yang
bersangkutan.
3.
Apabila
tingkat penggunaan jasa sulit diukur maka tingkat penggunaan jasa dapat
ditaksir berdasarkan rumus yang dibuat oleh Pemerintah Daerah.
4.
Rumus
harus mencerminkan beban yang dipikul oleh Pemerintah Daerah dalam
menyelenggarakan jasa tersebut.
5.
Tarif
Retribusi adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan untuk
menghitung besarnya Retribusi yang terutang.
6.
Tarif
Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditentukan seragam atau
bervariasi menurut golongan sesuai dengan prinsip dan sasaran penetapan tarif
Retribusi.
BEA
METERAI
OBJEK BEA METERAI
·
Objek Bea Meterai adalah dokumen yang di sebut dalam
Undang-undang No.13 Tahun 1985 (pasal 1 (1) UU No. 13/ 1985).
·
Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang
mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi
seseorang dan/ atau pihak-pihak yang berkepentingan (pasal 1 (2) UU No. 13/
1985).
·
Bentuk-bentuk
dokumen yang dikenakan bea meterai (pasal 2 ayat (1) UU BM) adalah:
1.
Surat
perjanjian dan surat-surat lainnya ( a.l. Surat Kuasa, Surat Hibah, Surat
Pernyataan) yang dibuat dengan tujuan
untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan/ keadaan
yang bersifat perdata.
2.
Akta-akta
Notaris termasuk salinannya.
3.
Akta-akta
yang dibuat PPAT termasuk rangkap-rangkapnya.
4.
Surat
yang memuat jumlah uang.
5.
Surat
berharga seperti wesel, promes, aksep, cek.
6.
Efek
dengan nama dan dalam bentuk apapun.
7.
Dokumen yang
akan digunakan sebagai
alat pembuktian di muka
pengadilan.
·
Pengecualian
objek pajak (pasal 4 UU BM) yaitu:
1.
Dokumen
yang berupa:
a.
Surat
Penyimpanan Barang.
b.
Surat
angkutan penumpang dan barang.
c.
Keterangan
pemindahan yang dituliskan diatas dokumen.
d.
Bukti
untuk pengiriman dan penerimaan barang;
e.
Surat
Pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
f.
Surat-surat lainnya
yang dapat disamakan
dengan surat-surat tersebut di
atas.
2.
Segala
bentuk ijasah, termasuk surat tanda tamat belajar, tanda lulus, surat
keterangan telah mengikuti sesuatu pendidikan, latihan, kursus dan penataran.
3.
Tanda
terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang
ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk
mendapatkan pembayaran itu.
4.
Tanda
bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.
5.
Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan
lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari kas negara, kas pemerintah daerah
dan bank.
6.
Tanda
penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.
7.
Dokumen
yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank,
koperasi dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut.
8.
Surat
gadai yang diberikan oleh perusahaan jawatan pegadaian.
9.
Tanda
pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
SUBJEK BEA METERAI
·
Subjek
Bea Meterai disebutkan dalam UU BM sebagai berikut:
1.
Pihak-pihak
yang memegang surat perjanjian atau
surat-surat lainnya tersebut dibebani kewajiban untuk membayar Bea Meterai atas
surat perjanjian atau surat-surat yang dipegangnya (penjelasan pasal 2 ayat (1)
huruf a).
2.
Pihak
yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang
bersangkutan menentukan lain (pasal 6).
3.
Dalam
hal dokumen dibuat sepihak, misalnya kuitansi, Bea Meterai terhutang oleh
penerima kuitansi. Jika pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan
lain, maka Bea Meterai terhutang oleh pihak atau pihak-pihak yang ditentukan
dalam dokumen tersebut (penjelasan pasal 6).
PERHITUNGAN (TARIF) BEA METERAI
·
Tarif
Bea Meterai adalah Rp 6.000,- dan Rp 3.000,- (PP No. 24/ 2000)
·
Tarif
Bea Meterai RP 6.000,- dikenakan atas dokumen yang disebutkan sebagai objek
pajak (pasal 4 UU BM) dengan tambahan ketentuan sebagai berikut:
1.
Dokumen
berupa surat yang memuat jumlah yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp
1.000.000,-.
2.
Dokumen
berupa surat-surat berharga seperti: wesel, promes dan aksep yang harga
nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,-.
3.
Dokumen
berupa efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepenjang harga nominalnya
lebih dari Rp 1.000.000,-.
·
Tarif
Bea Meterai RP 3.000,- dikenakan atas dokumen:
1.
Dokumen
berupa surat yang memuat jumlah yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp
250.000,- tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,-.
2.
Dokumen
berupa surat-surat berharga seperti: wesel, promes dan aksep yang harga
nominalnya lebih dari Rp 250.000,- tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,-.
3.
Dokumen
berupa efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepenjang harga nominalnya
lebih dari Rp 250.000,- tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,-.
4.
Cek
dan bilyet giro dengna harga nominal berapapun.
·
Apabila
suatu dokumen (kecuali cek dan bilyet giro) mempunyai nominal tidak lebih dari
Rp 250.000,-, maka atas dokumen tersebut tidak terutang Bea Meterai.
PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN
OBJEK PBB
·
Objek
PBB adalah bumi dan bangunan (pasal 2 ayat 1 UU no 12 tahun 1985)
·
Bumi
adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi
tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia (Pasal 1 UU PBB).
·
Bangunan
adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan/ atau perairan. Di dalam memori penjelasan UU PBB yang termasuk bangunan
adalah:
a.
jalan
lingkungan dalam suatu komplek bangunan
b.
jalan
tol
c.
kolam
renang
d.
pagar
mewah , taman mewah
e.
tempat
olah raga
f.
galangan
kapal , dermaga
g.
tempat
penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
h.
fasilitas
lain yang memberi manfaat
•
Pengecualian
objek pajak (pasal 3 ayat 1 UU PBB), adalah objek pajak yang:
a.
semata-mata
digunakan untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan,
pendidikan, dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk mencari
keuntungan;
b.
digunakan
untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenisnya;
c.
hutan
lindung, hutan suaka, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang
dikuasai desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
d.
digunakan
oleh perwakilan diplomatik konsulat berdasakan asas timbal balik;
e.
digunakan
oleh badan atau perwakilan oganisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri
Keuangan.
SUBJEK PAJAK
·
Subjek
pajak (pasal 4 ayat 1 UU PBB) adalah orang atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau
memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
·
Subjek
pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak. Dalam hal
suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur Jenderal Pajak
dapat menetapkan subjek pajak sebagaimana sebagai wajib pajak. Contoh:
a.
Subjek
pajak bernama A yang memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau bangunan milik
orang lain bernama B bukan karena sesuatu hak berdasarkan Undang-undang atau
bukan karena perjanjian maka dalam hal demikian A yang memanfaatkan atau
menggunakan bumi dan/atau bangunan tersebut ditetapkan sebagai wajib pajak.
b.
Suatu
objek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan, maka orang atau
badan yang memanfaatkan atau menggunakan objek pajak tersebut ditetapkan
sebagai wajib pajak.
c.
Subjek
pajak dalam waktu yang lama berada di luar wilayah letak objek pajak, sedang
untuk merawat objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang atau badan yang
diberi kuasa dapat ditunjuk sebagai wajib pajak. Penunjukan sebagai wajib pajak
oleh Direktur Jenderal Pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak.
PERHITUNGAN PBB
PBB Terutang =
Tarif PBB x NJKP
|
·
Tarif
PBB (pasal 5 UU PBB) merupakan tarif tunggal sebesar 0,5%.
·
NJKP
(Nilai Jual Kena Pajak)
NJKP = Tarif NJKP
x NJOP
|
NJKP
(pasal 6 ayat 3 UU PBB) adalah nilai jual yang dipergunakan sebagai dasar
penghitungan pajak, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya.
Penetapan besarnya NJKP untuk
penghitungan PBB (PP No. 25/ 2002) adalah:
a.
Objek
pajak perkebunan, kehutanan dan pertambangan sebesar 40% dari NJOP;
b.
Objek
pajak lainnya:
1)
sebesar
40% dari NJOP apabila NJOPnya Rp1.000.000.000,- atau lebih.
2) sebesar 20% dari NJOP apabila
NJOPnya kurang dari Rp1.000.000.000,-.
·
NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)
NJOP = (NJOP BUMI + NJOP BANGUNAN) -
NJOPTKP
|
NJOP (Pasal 1 angka 3 UU PBB) adalah harga rata-rata
yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana
tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga
dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
·
NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak)
NJOPTKP (KMK No.201/KMK.04/2000) ditetapkan
setinggi-tingginya Rp. 12.000.000,- untuk setiap Wajib Pajak. Besarnya NJOPTKP
untuk setiap daerah Kabupaten/Kota, ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan
pendapat Pemerintah Daerah setempat.
·
Formula perhitungan PBB:
PBB Terutang = Tarif PBB x NJKP
=
0,5% x (40% atau 20%) x NJOP
= 0,5%
x (40% atau 20%) x [(NJOP BUMI +
NJOP BANGUNAN) – NJOPTKP]
|
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN
BANGUNAN
OBJEK BPHTB
·
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/
bangunan (pasal 2 (1) UU No. 21/ 1997).
·
Perolehan hak atas tanah dan/ bangunan (Pasal 2 (2)
UU No. 21/ 1997) meliputi:
a.
Pemindahan hak karena
1.
Jual beli
2.
Tukar menukar
3.
Hibah
4.
Hibah wasiat.
5.
Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
badan ukum lainnya.
6. Pemisahan
hak yang mengakibatkan peralihan.
7.
Penunjukan pembeli dalam lelang.
8.
Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap.
9.
Penggabungan usaha (Akuisisi).
10. Peleburan
usaha (Merger).
11. Pemekaran
usaha.
12. Hadiah.
b.
Pemberian hak baru karena
1.
Kelanjutan pelepasan hak
2.
Diluar pelepasan hak
·
Hak atas tanah (pasal 2 (3) UU No. 21/ 1997) adalah
:
a.
hak milik;
b.
hak guna usaha;
c.
hak guna bangunan;
d.
hak pakai;
e.
hak milik atas satuan rumah susun;
f.
hak pengelolaan.
·
Pengecualian objek pajak (pasal 3 UU No. 21/ 1997)
adalah objek pajak yang diperoleh :
a. perwakilan
diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
b. negara
untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna
kepentingan umum;
c. badan
atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri;
d. orang
pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak
adanya perubahan nama;
e. karena
wakaf;
f. karena
warisan;
g. untuk
digunakan kepentingan ibadah.
SUBJEK
PAJAK
·
Subjek pajak (pasal 4 UU BPHTB) adalah orang pribadi
atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek pajak yang
dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak.
PERHITUNGAN PBB
BPHTB = Tarif
BPHTB x NPOPKP
|
·
Tarif
BPHTB (pasal 5 UU BPHTB) ditetapkan sebesar 5%.
·
NPOPKP
(Nilai perolehan Objek Pajak Kena Pajak)
NPOPKP = NPOP -
NPOPTKP
|
NPOP
(Nilai perolehan Objek Pajak) ditentukan sebesar:
1.
Harga
transaksi, dalam hal jual-beli.
2.
Nilai
pasar objek pajak, dalam hal:
a.
Tukar-menukar;
b.
Hibah;
c.
Hibah
wasiat;
d.
Waris;
e.
Pemasukan
dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
f.
Pemisahan
hak yang mengakibatkan peralihan;
g.
Peralihan
hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
h.
Pemberian
hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak;
i.
Pemberian
hak baru atas tanah di luar pelepasan hak;
j.
Penggabungan
usaha;
k.
Peleburan
usaha;
l.
Pemekaran
usaha;
m.
Hadiah.
3.
Harga
transaksi dalam risalah lelang, untuk lelang.
4.
NJOP
PBB, apabila NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP PBB.
·
NPOPTKP
(Nilai perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak)
Besarnya
NPOPTKP (PMK No. 14/PMK.03/2009) ditetapkan sebagai berikut:
a.
Paling
banyak Rp 300.000.000,- dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat
yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan
pemberi hibah wasiat, termasuk suami/ istri.
b.
Rp
55.000.000,- dalam hal perolehan hak Rumah Sederhana Sehat (RSH) dan Rumah
Susun Sederhana.
c.
Rp 10.000.000,- dalam hal perolehan hak baru
melalui program pemerintah yang diterima pelaku usaha kecil atau mikro.
d.
Paling
banyak Rp. 60.000.000,- dalam hal perolehan hak selain poin-poin di atas.
e.
Dalam
hal NPOPTKP yang ditetapkan pada huruf d lebih tinggi daripada NPOPTKP yang
ditetapkan pada huruf b, maka NPOPTKP yang
ditetapkan pada huruf
b, ditetapkan sama
dengan NPOPTKP yang ditetapkan
pada huruf d.
f.
Dalam
hal NPOPTKP yang ditetapkan pada huruf d lebih tinggi daripada NPOPTKP sebagaimana
ditetapkan pada huruf c maka NPOPTKP sebagaimana ditetapkan pada huruf c ditetapkan sama dengan NPOPTKP
sebagaimana ditetapkan pada huruf d.
·
Formula perhitungan BPHTB:
BPHTB =
Tarif BPHTB x NPOPKP
= 5% x
NPOPKP
= 5% x (NPOP - NPOPTKP)
|
0 comments:
Posting Komentar