Etika Bisnis dan
Profesi
Tugas kelompok
Dosen Pengampu:
Hj. Siti Mutmainah, SE, Msi, Akt
KELOMPOK 5
Alif Widya Aryani
Fitma Nur Puasanti
Nurul Fitria Septiadini
(Kelas
PPA XV-JSM)
U N I V E R S I T A S D I P O N E G O R O
S E M A R A N G
2 0 11
Kasus Pajak Gayus Halomoan Tambunan
I.
Kronologis
Kasus Gayus
Pada
waktu terakhir ini, perpajakan disoroti berbagai pihak dalam berbagai sudut
pandang. Hal ini terkait dengan munculnya dugaan kasus mafia pajak yang
dilakukan oleh pegawai negeri sipil dari Ditjen Pajak yaitu
Gayus Halomoan Tambunan. Gayus seorang PNS Direktorat Keberatan dan Banding
Dirjen Pajak.
Kasus
bermula dari kecurigaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
terhadap rekening milik Gayus di Bank Panin. Kemudian pihak Kejagung menunjuk 4
jaksa untuk mengikuti perkembangan penyidikan tersebut. Mereka adalah Cirus
Sinaga, Fadil Regan, Eka Kurnia dan Ika Syafitri. Berkas perkara tersebut
dikirim pada 7 Oktober 2009. Di dalam SPDP, tersangka Gayus diduga melakukan money
laundring, tindak pidana korupsi dan penggelapan. Analisa yang dibangun
oleh Jaksa Peneliti melihat pada status Gayus yang merupakan seorang PNS pada
Direktorat Keberatan dan Banding Dirjen Pajak kecil kemungkinan memiliki dana
atau uang sejumlah Rp 25 Miliar pada Bank Panin, Jakarta.
Dalam
berkas yang dikirimkan penyidik Polri, Gayus dijerat dengan tiga pasal berlapis
yakni pasal korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. “Karena Gayus seorang pegawai negeri dan memiliki dana Rp. 25 miliar di
Bank Panin. Seiring hasil penelitian jaksa, hanya terdapat satu pasal yang
terbukti terindikasi kejahatan dan dapat dilimpahkan ke Pengadilan, yaitu
penggelapannya. Itu pun tidak terkait dengan uang senilai Rp.25 milliar yang
diributkan PPATK dan Polri itu. Untuk korupsinya, terkait dana Rp 25 milliar
itu tidak dapat dibuktikan sebab dalam penelitian ternyata uang sebesar itu
merupakan produk perjanjian Gayus dengan Andi Kosasih. Pengusaha garmen asal
Batam ini mengaku pemilik uang senilai hampir Rp 25 miliar di rekening Bank
Panin milik Gayus.
Pada
2002, Gayus Tambunan mengaku pernah satu pesawat dengan pengusaha properti Andi
Kosasih. Mereka lalu berkawan baik, karena sama-sama besar di Jakarta Utara.
Setelah perkenalan singkat itu mereka saling bercerita tentang profesi
masing-masing. Andi memperkenalkan dirinya sebagai pengusaha bidang properti
khusus pembangunan rumah kantor (ruko) berdomisili di Batam dan Jakarta. Karena pertemanan keduanya, maka
kemudian terjadilah hubungan kerjasama bisnis diantara keduanya atas dasar
saling percaya. Gayus diberi kepercayaan oleh Andi untuk mencari tanah yang
hendak digunakan untuk membangun ruko seluas 2 hektar di kawasan Jakarta Utara.
Kemudian, akhirnya mereka membuat perjanjian bisnis secara tertulis pada 25 Mei
2008.
Biaya
yang dibutuhkan untuk pengadaan tanah tersebut sebesar US$ 6 juta. Namun Andi,
baru menyerahkan uang sebesar US$ 2.810.000. Andi menyerahkan uang tersebut
kepada Gayus melalui transaksi tunai di rumah orang tua istri Gayus lengkap
dengan kwitansinya, sebanyak enam kali yaitu pada pada 1 juni 2008 sebesar US$
900.000 US dolar, kemudian 15 September 2008 sebesar US$ 650.000, 27 Oktober
2008 sebesar US$ 260.000, lalu pada 10 November 2008 sebesar US$ 200.000, 10
Desember 2008 sebesar US$ 500.000, dan terakhir pada 16 Februari 2009 sebesar
US$ 300.000.
Andi
menyerahkan uang karena dia percaya dengan Gayus. Sementara untuk money
laundringnya, tetap menjadi dugaan sebab Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi
Keuangan (PPATK) sama sekali tidak dapat membuktikan uang senilai Rp 25 milliar
itu merupakan uang hasil kejahatan pencucian uang (money laundring). PPATK
sendiri telah dihadirkan dalam kasus itu sebagai saksi. Dalam proses perkara
itu, PPATK tidak bisa membuktikan transfer rekening yang yang diduga tindak
pidana.
Dalam
perkembangan proses penyidikan kasus tersebut, ditemukan juga adanya aliran
dana senilai Rp 370 juta di rekening lainnya di bank BCA milik Gayus. Uang itu
diketahui berasal dari dua transaksi dari PT.Mega Cipta Jaya Garmindo. PT. Mega
Cipta Jaya Garmindo dimiliki oleh pengusaha Korea, Mr. Son dan bergerak di
bidang garmen. Transaksi dilakukan dalam dua tahap yaitu pada 1 September 2007
sebesar Rp 170 juta dan 2 Agustus 2008 sebesar Rp 200 juta.
Setelah
diteliti dan disidik, uang itu diketahui bukan merupakan korupsi dan money
laundring juga. Bukan korupsi, bukan money laundering, tetapi penggelapan pajak
murni. Itu uang untuk membantu pengurusan pajak pendirian pabrik garmen di
Sukabumi. Tetapi setelah dicek, pemiliknya Mr Son, warga Korea, tidak diketahui
keberadaannya di mana. Tetapi uang masuk ke rekening Gayus. Namun ternyata dia
tidak mengurus (pajaknya). Uang itu tidak digunakan dan dikembalikan, jadi
hanya diam di rekening Gayus.
Berkas
P-19 dengan petujuk jaksa untuk memblokir dan kemudian menyita uang senilai Rp
370 juta itu. Dalam petunjuknya itu, jaksa peneliti juga meminta penyidik Polri
menguraikan di berkas acara pemeriksaan (BAP) keterangan itu beserta keterangan
tersangka (Gayus T Tambunan).
Sebelumnya,
penyidik Polri melalui AKBP Margiani, dalam keterangan persnya mengungkapkan
jaksa peneliti dalam petunjuknya (P-19) berkas Gayus memerintahkan penyidik
untuk menyita besaran tiga transaksi mencurigakan di rekening Gayus. Adapun
tiga transaksi itu diketahui berasal dari dua pihak, yaitu Roberto Santonius
dan PT. Mega Jaya Citra Termindo. Transaksi yang berasal dari Roberto, yang
diketahui sebagai konsultan pajak bernilai Rp 25 juta, sedangkan dari PT. Mega
Jaya Citra Termindo senilai Rp 370 juta. Transaksi itu terjadi pada 18 Maret,
16 Juni, dan 14 Agustus 2009.
Uang
senilai Rp 395 juta itu disita berdasarkan petunjuk dari jaksa peneliti kasus
itu. Penanganan kasus Gayus sendiri bermula ketika PPATK menemukan adanya
transaksi mencurigakan pada rekening Gayus T Tambunan. PPATK pun meminta Polri
menelusurinya.
Kembali
ke kasus, berkas Gayus pun dilimpahkan ke pengadilan. Jaksa lalu mengajukan
tuntutan 1 tahun dan masa percobaan 1 tahun. Dari pemeriksaan atas pegawai
Direktorat Jenderal Pajak itu sebelumnya, beredar kabar bahwa ada
"guyuran" sejumlah uang kepada polisi, jaksa, hingga hakim
masing-masing Rp 5 miliar. Diduga gara-gara itulah Gayus terbebas dari hukuman.
Sidang terhadap Gayus pun dimulai 13 Januari 2010 di Pengadilan Negeri
Tangerang. Selama tiga bulan masa persidangan itu, pengadilan mendengarkan 15
orang saksi. Hasilnya, tanggal 12 Maret, Gayus, yang hanya dituntut satu tahun
percobaan oleh Hakim Ketua Muhtadi Asnun beserta Haran Tarigan dan Bambang
Widiatmoko sebagai hakim anggota memutus bebas Gayus.
Namun,
anehnya penggelapan ini tidak ada pihak pengadunya, pasalnya perusahaan ini
telah tutup. Sangkaan inilah yang kemudian maju kepersidangan Pengadilan Negeri
Tangerang. Hasilnya, Gayus divonis bebas. Di Pengadilan Negeri Tangerang, Gayus
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
penggelapan. Namun tetap diajukan tingkat kasasi. Sosok Gayus dinilai amat
berharga karena ia termasuk saksi kunci dalam kasus dugaan makelar kasus serta
dugaan adanya mafia pajak di Ditjen Pajak. Belum diketahui apakah Gayus
melarikan diri lantaran takut atau ada tangan-tangan pihak tertentu yang
membantunya untuk kabur supaya kasus yang membelitnya tidak terbongkar sampai
ke akarnya. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum meyakini kasus Gayus HP Tambunan
bukan hanya soal pidana pengelapan melainkan ada juga pidana korupsi dan
pencucian uang. Gayus diketahui pergi Singapura. Dia meninggalkan Indonesia
pada Rabu 24 Maret 2010 melalui Bandara Soekarno-Hatta. Namun dia pernah
memberikan keterangan kepada Satgas kalau praktek yang dia lakukan melibatkan
sekurangnya 10 rekannya.
Imigrasi
Belum Endus Posisi Gayus, Gayus Tambunan hengkang ke Singapura pada Rabu 24
Maret. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum mengatakan kasus markus pajak dengan
aktor utama Gayus Tambunan melibatkan sindikasi oknum polisi, jaksa, dan hakim.
Satgas menjamin oknum-oknum tersebut akan ditindak tegas oleh masing-masing
institusinya, koordinasi perkembangan ketiga lembaga tersebut terus dilakukan
bersama Satgas. Ketiga lembaga tersebut sudah berjanji akan melakukan proses
internal. Kasus ini merupakan sindikasi (jaringan) antar berbagai lembaga
terkait.
Perkembangan
selanjutnya kasus ini melibatkan susno duadji, Brigjen Edmond Ilyas, Brigjen
Raja Erisman. Setelah 3 kali menjalani pemeriksaan, Susno menolak diperiksa
Propam. Sebabnya, dasar aturan pemeriksaan sesuai dengan Pasal 45, 46, 47, dan
48 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal
25 Perpres No I Tahun 2007 tentang Pengesahan Pengundangan dan Penyebarluasan
Peraturan, harus diundangkan menteri dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM.
Komisi III DPR Siap Beri Perlindungan Hukum untuk Susno.
Pada
tanggal 31 Maret 2010, tim penyidik Divisi Propam Polri memeriksa tiga orang
sekaligus. Selain Gayus Tambunan dan Brigjen Edmond Ilyas, ternyata Brigjen
Raja Erisman juga ikut diperiksa. Pemeriksaan dilakukan oleh tiga tim berbeda.
Tim pertama memeriksa berkas lanjutan pemeriksaan Andi Kosasih, tim kedua
memeriksa adanya keterlibatan anggota polri dalam pelanggaran kode etik
profesi, dan tim ketiga menyelidiki keberadaan dan tindak lanjut aliran dana
rekening Gayus.
Pada
tanggal 7 April 2010, Komisi III DPR mengendus, seorang jenderal bintang tiga
di Kepolisian diduga terlibat dalam kasus Gayus P Tambunan dan seseorang
bernama Syahrial Johan ikut terlibat dalam kasus penggelapan pajak yang
melibatkan Gayus Tambunan, dari Rp24 milliar yang digelapkan Gayus, Rp11
milliar mengalir ke pejabat kepolisian, Rp5 milliar ke pejabat kejaksaan dan
Rp4 milliar di lingkungan kehakiman, sedangkan sisanya mengalir ke para
pengacara.
Efek
berantai kasus Gayus juga menyentuh istana. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
meminta Satgas Anti Mafia Hukum untuk mengungkap kembali kasus Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). SBY menduga dalam kasus tersebut terdapat
mafia hukum.
II. Kasus Gayus menurut Kode Etik Profesi
Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak (Kode Etik) adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan,
yang mengikat Pegawai Direktorat Jenderal Pajak (Pegawai) dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya serta dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dengan Kode
Etik, segenap jajaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dituntut untuk
mengetahui, memahami, menghayati, dan melaksanakan tugas sesuai prinsip-prinsip
tata pemerintahan yang baik (good governance). Kode etik pegawai DJP ini
terdiri dari 2 bagian yaitu mengenai kewajiaban dan larangan pegawai.
Panduan kewajiban pegawai
1.
Menghormati agama, kepercayaan,
budaya, dan adat istiadat orang lain.
2.
Bekerja secara profesional,
transparan, dan akuntabel
a. Bekerja
secara profesional meliputi:
·
Integritas
·
Disiplin
·
Kompetensi
b. Bekerja
secara transparan
c.
Bekerja secara akuntabel
3.
Mengamankan data dan atau
informasi yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak.
a. Mengamankan
data dan atau informasi
b. Mengamankan
user id dan password serta tidak membocorkannya kepada Pegawai
dan atau pihak lain yang tidak berhak.
c.
Memusnahkan dokumen yang tidak terpakai
sesuai prosedur.
d. Tidak
mengijinkan orang yang tidak berhak berada dalam ruangan kerja.
4.
Memberikan pelayanan kepada wajib
pajak, sesama pegawai, atau pihak lain dalam pelaksanaan tugas dengan
sebaik-baiknya.
5.
Mentaati perintah kedinasan.
6.
Bertanggung jawab dalam
penggunaan barang inventaris milik Direktorat Jenderal Pajak
7.
Mentaati ketentuan jam kerja dan
tata tertib kantor
8.
Menjadi panutan yang baik bagi
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
9.
Bersikap, berpenampilan, dan
bertutur kata secara sopan
v
Dalam kasus gayus ini terdapat pelanggaran etika sebagai
pegawai DJP yaitu:
-
Terdapat pelanggaran terkait etika bekerja secara
profesional, transparan dan akuntabel yang meliputi integritas, di mana gayus
tidak bersikap jujur,
bersih dari tindakan tercela, dan senantiasa mengutamakan kepentingan negara.
Selain itu juga dalam bekerja tidak adanya transparansi tentang pelaporan
masalah WP yang menjadi tanggung jawab tugasnya serta tidak adanya pertanggung
jawaban secara pasti mengenai hasil kinerjanya terkait kasus ini karena dalam perkembangannya
kasus yang ada sekarang malah menjadi melebar dan tidak terarah.
-
Gayus
Tambunan tidak dapat menjadi panutan yang baik bagi masyarakat dalam memenuhi
kewajban perpajakan karena dia justru menyalahgunakan posisi sebagai pegawai Direktorat
Keberatan dan Banding Dirjen Pajak demi kepentingan pribadi.
Panduan larangan
pegawai
1.
Bersikap diskriminatif dalam
melaksanakan tugas
2.
Menjadi anggota atau simpatisan
aktif partai politik.
3.
Menyalahgunakan kewenangan
jabatan baik langsung maupun tidak langsung.
4.
Menyalahgunakan fasilitas kantor.
5.
Menerima segala pemberian dalam
bentuk apapun, baik langsung maupun tidak langsung, dari wajib pajak, sesama
pegawai, atau pihak lain, yang menyebabkan pegawai yang menerima, patut diduga
memiliki kewajiban yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaannya.
6.
Menyalahgunakan data dan atau
informasi perpajakan.
7.
Melakukan perbuatan yang patut
diduga dapat mengakibatkan gangguan, kerusakan dan atau perubahan data pada
sistem informasi milik Direktorat Jenderal Pajak.
8.
Melakukan perbuatan tidak terpuji
yang bertentangan dengan norma kesusilaan dan dapat merusak citra serta
martabat Direktorat Jenderal Pajak
v Dalam kasus gayus
ini terdapat pelanggaran etika sebagai pegawai DJP yaitu:
a. Terdapat pelanggaran
terkait etika menyalahgunakan data dan atau
informasi perpajakan, dalam hal ini gayus sebagai pegawai bagian Direktorat
Keberatan dan Banding Dirjen Pajak menyalahgunakan data keuangan WP untuk
memperkecil nilai ketetapan pajak WP sehingga merugikan Negara.
b.
Terdapat
pelanggaran etika terkait etika menerima segala pemberian dalam
bentuk apapun, baik langsung maupun tidak langsung, dari wajib pajak, sesama
pegawai, atau pihak lain, yang menyebabkan pegawai yang menerima, patut diduga
memiliki kewajiban yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaannya, dalam hal
ini gayus menerima balasan pemberian atas tugasnya dalam perhitungan pajak. Di
mana gaji golongan IIIA seorang gayus namun terdapat sejumlah milyar dalam
rekening pribadainya.
Selain
itu kasus ini pula dapat dilihat dari pandangan kode etik pegawai negeri sipil
mengingat Gayus merupakan seorang PNS.
KODE ETIK
PEGAWAI NEGERI SIPIL
·
Etika
dalam bernegara meliputi:
a.
melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b.
mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara;
c.
menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d.
menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan
tugas;
e.
akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan
berwibawa;
f.
tanggap, terbuka, jujur, dan akurat, serta tepat waktu dalam melaksanakan
setiap kebijakan dan program Pemer intah;
g.
menggunakan atau memanfaatkan semua sumber daya Negara secara efisien dan
efektif;
h.
tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar.
·
Etika
dalam berorganisasi adalah:
a.
melaksanakan tugas dan wewenang sesai
b.ketentuan yang
berlaku;
c.
menjaga informasi yang bersitat rahasia;
d.
melaksanakan
setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang;
e.
membangun etos kerja untnk meningkatkan
kinerja organisasi;
f.
menjalin kerja sama secara kooperatif dengan
unit kerja lain yang terkait dalam
rangka
pencapaian tujuan;
g.
memiliki kompetensi dalam pe laksanaan tugas;
h.
patuh dan taat terhadap standar operasional dan tata kerja;
i.
mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inova tif dalam rangka peningkatan
kinerja organisasi;
j.
berorientasi pada upaya peningkatan kualias kerja.
·
Etika
dalam bermasyarakat meliputi:
a.
mewujudkan pola hidup sederhana;
b.
memberikan pelayanan dengan empati horma t dan santun tanpa pamrih dan tanpa
unsur
pemaksaan;
c.
memberikan pelayanan secara cepat, tepal, terbuka, dan adil serta tidak
diskriminatif;
d.
tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat;
e.
berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam melaksanakan
tugas.
·
Etika
terhadap diri sendiri meliputi :
a. jujur dan
terbuka serta tidak memberikan informasi yang tidak benar.
b. bertindak
dengan penuh kesungguhan dan ketulusan;
c. menghindari
konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golonga n;
d. berinisia tif
untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan sikap;
e. memiliki daya
juang yang tinggi;
f. meme lihara
kesehatan jasmani dan rohani;
g. menjaga
keutuhan dan keharmonisan keluarga;
h. berpenampilan
sederhana, rapih, dan sopan.
·
Etika
terhadap sesama Pegawai Negeri Sipil:
a.
saling menghormati sesama warga negara yang memeluk agama/kepercayaan yang
berlainan;
b.
meme lihara rasa persatuan dan kesatuan sesama Pegawai Negeri Sipil;
c.
saling menghormati antara teman sejawat, baik secara vertikal maupun horizonta
l dalam suatu unit kerja, instansi, maupun antar instansi;
d.
menghargai perbedaan pendapat;
e.
menjunjung tinggi harkat dan martabat Pegawai Negeri Sipil;
f.
menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesama Pegawai Negeri Sip il;
g.
berhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia yang menjamin
terwujudnya solidaritas dan soliditas semua Pegawai Negeri Sipil dalam memperjuangkan
hak- haknya.
III.
Kasus
Gayus menurut Teori Etika
a.
Utilitarisme
Utilitarisme
berasal dari kata latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini
suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus
menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Menurut perumusan terkenal, dalam rangka pemikiran utilitarisme (utilitarianism) criteria untuk
menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah the greatest happiness of the greatest number, kebahagiaan terbesar
dari jumlah orang terbessar. Dapat dipahami pula kalau utilitarisme sangat
menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai baik buruknya. Utilitarisme disebut lagi suatu teori
teleologis (dari kata Yunani telos = tujuan), sebab menurut teori ini kualitas
etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan.
v Menurut teori
ini kasus Gayus Tambunan dapat dikatakan tidak etis karena tindakannya dalam
penggelapan pajak tidak mendatangkan manfaat dan kebahagiaan banyak orang
tetapi merugikan banyak orang. Kasus penggelapan pajak yang dilakukan Gayus
Tambunan menguntungkan sebagian pihak, yaitu pihak- pihak yang telah
terselesaikan sengketa pajaknya. Namun kasus lebih banyak membawa dampak
negatif pada banyak pihak, misalnya rusaknya imej pemberi jasa pelayanan
masyarakat terutama pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Selain itu, kasus ini
juga banyak merugikan negara, karena uang pembayaran pajak yang seharusnya
dapat digunakan untuk kepentingan pembiayaan negara justru masuk ke rekening
pribadi milik Gayus Tambunan dan hanya dimanfaatkan oleh satu orang.
b.
Deontologi
Istilah
“deontologi” ini berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban. Yang
menjadi dasar bagi baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Konsekuensi
perbuatan dalam hal ini tidak boleh menjadi pertimbangan. Atas pertanyaan
“mengapa perbuatan ini adalah baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai
buruk”, deontology menjawab: “karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita
dank arena perbuatan kedua dilarang”. Yang menjadi dasar bagi baik buruknya
perbuatan adalah kewajiban. Perbuatan tidak pernah menjadi baik karena hasilnya
baik, melainkan hanya karena wajib dilakukan. Pendirian deontologi ini
dikaitkan dengan perintah dalam agama, maka sadar atau tidak sadar, orang
beragama berpegang pada pendirian deontologi ini.
v Menurut teori
ini kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh Gayus Tambunan dapat dikatakan
tidak etis. Karena dari segi moral agama tidak ada perintah kewajiban agama
memerintahkan untuk melakukan perbuatan yang menyimpang yaitu penggelapan pajak
yang sama artinya mencuri uang rakyat dengan tidak kentara.
c.
Teori
Hak
Teori hak
merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena hak berkaitan dengan
kewajiban. Kewajiban satu orang biasanya serentak berarti juga hak dari orang
lain. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama.
Entah menjabat raja, atau lahir sebagai bangsawan, atau termasuk rakyat biasa,
martabatnya selalu sama. Entah seseorang kaya atau miskin, atau dalam keadaan
ekonomis yang sedang, dari segi martabatnya tidak ada perbedaan dan akibatnya
ia tidak boleh diperlakukan dengan cara yang berbeda. Teori hak sekarang begitu
populer, karena dinilai cocok dengan penghargaan terhadap individu yang memiliki
harkat tersendiri. Karena itu manusia individual siapa pun tidak pernah boleh
dikorbankan demi tercapainya tujuan yang lain.
v Menurut teori
ini kasus Gayus Tambunan dapat dikatakan tidak etis karena seorang Gayus
Tambunan berusaha memperoleh hak lebih banyak daripada orang lain. Teori hak
mengatakan bahwa manusia individual siapa pun tidak pernah boleh dikorbankan
demi tercapainya tujuan yang lain. Masyarakat seharusnya dapat memperoleh hak
yang sama atas pemanfaatan pajak yang seharusnya dibayarkan kepada negara,
misalnya melalui perbaikan fasilitas umum. Namun, dalam kasus ini, hak tersebut
berusaha diambil oleh Gayus Tambunan untuk memperoleh hak yang lebih besar
dengan memanfaatkan posisinya sebagai pegawai Direktorat Keberatan dan Banding
Dirjen Pajak.
d.
Teori
Keutamaan
Teori ini adalah teori yang memandang sikap atau akhlak
seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur,
atau murah hati, melainkan: apakah orang itu bersikap adil, jujur, murah hati,
dan sebagainya. Artinya bahwa
Etika keutamaan tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan dan tidak mengacu
pada norma-norma dan nilai-nilai universal untuk menilai moral seseorang. Etika
keutamaan lebih memfokuskan pada pengembangan watak moral pada diri setiap
orang. Keutamaan bisa didefnisikan sebagai disposisi watak yang telah diperoleh
seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral.
v Menurut teori
ini kasus Gayus Tambunan dapat dikatakan tidak etis karena Gayus Tambunan
dianggap tidak mencerminkan sikap-sikap dalam teori keutamaan, seperti bersikap
adil, jujur, murah hati, dan sebagainya. Teori keutamaan memandang seorang Gayus Tambunan memiliki
akhlak yang buruk karena perbuatan telah melakukan penggelapan pajak yang sama
artinya dengan pencurian uang rakyat secara tidak kentara.
IV.
Daftar Pustaka
Tuanakota, Teodorus M. 2007. Setengah Abad Profesi Akuntansi.
Salemba Empat
0 comments:
Posting Komentar